Waspadai Racun Yang Mematikan Hati
Efirst,Hati tidak akan sekonyong-konyong menjadi sakit tanpa adanya penyebab yang membuat hati menjadi sakit dan menderita. Ada dua musibah besar yang menjadi prahara bagi hati, yaitu musibah syahwat yang merusak niat dan iradah; dan musibah syubhat yang menggerogoti ilmu dan i’tiqad.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:
“Musibah (fitnah) itu masuk ke dalam hati seperti dianyamnya tikar, sehelai demi sehelai. Hati mana pun yang menerimanya akan tertitiklah padanya setitik noda hitam. Hati mana pun yang menolaknya akan tertitiklah padanya setitik cahaya putih. Akhirnya hati akan terbagi menjadi dua; hati yang hitam legam cekung seperti gayung yang terbalik tidak mengenal kebaikan, tidak pula mengingkari kemunkaran, selain yang dikehendaki oleh hawa nafsunya, dan hati putih bercahaya yang tidak akan tertimpat mudharat fitnah, selama langit dan bumi masih ada.” (Riwayat Muslim (al-Iman II/170), dengan lafadz yang berbeda.)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengelompokkan hati yang tertimpa musibah menjadi dua, yaitu:
Pertama, hati yang selalu menyerapnya seperti bunga karang yang selalu menyerap air. Maka tertitiklah padanya setitik noda hitam. Demikian seterusnya sehingga hati itu menjadi hitam dan terbalik. Inilah yang dimaksud tamsil beliau, “seperti gayung yang terbalik.” Dan jika hati telah berubah hitam dan terbalik maka akan datanglah dua penyakit yang sangat berbahaya dan akan menjerumuskannya pada jurang kehancuran dan kenistaan :
1. Tercampur aduknya kebaikan dengan kemunkaran (syubhat), sehingga ia tidak mengenalinya lagi. Bahkan akan sangat mungkin ia dikuasai oleh penyakit ini, sehingga ia tidak akan sungkan-sungkan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, juga menganggap sunnah itu sebagai bid’ah dan bid’ah itu sebagai sunnah.
2. Menjadikan hawa nafsu sebagai penghulu amalnya, dan dia meninggalkan semua yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua, hati yang putih bercahaya dengan cahaya iman. Jika musibah fitnah datang, maka ia pun mengingkari dan menolaknya, sehingga dalam hatinya tertitik cahaya putih yang membeningkan hatinya.
Dan ketahuilah, setiap kemaksiatan adalah racun bagi hati. Ia menjadi penyebab lain sakit dan hancurnya hati, memalingkan iradahnya dari iradah Allah ‘Azza wa Jalla, dan memperburuk kesehatan hatinya.
‘Abdullah bin Mubarak berkata ,
Kulihat dosa-dosa itu mematikan hati
Membiasakannya mengakibatkan kehinaan
Meninggalkannya adalah kehidupan bagi hati
Selalu menjauhinya adalah yang terbaik bagimu
Maka barang siapa yang ingin hatinya selamat dan tetap hidup, hendaklah ia membersihkan hatinya dari pengaruh buruk dari racun-racun itu. Lalu menjaganya baik-baik, jangan sampai ada racun lain yang akan menggerogotinya dan menimbulkan sakit yang lebih parah.
Berikut adalah empat racun hati yang paling banyak tersebar dan paling berbahaya bagi kehidupan hati ,
1. Banyak bicara
Seperti kata pepatah, “Lidah tidak bertulang”. Maka tidak jarang apa-apa yang keluar dari lidah akan membuat pemiliknya terjerumus ke dalam dosa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan ummatnya untuk menjaga lisannya. Karena lisan seorang manusia yang tidak terjaga akan membawanya ke dalam Neraka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Shahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, “Maukah kamu aku beritahukan kunci dari semua itu?” Aku (Mu’adz) menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah memegang lidahnya dan berkata, “Peliharalah ini!” Aku pun bertanya, “Wahai Nabi Allah, benarkah kita akan disiksa karena pembicaraan kita?” Rasul menjawab, “Ibumu kehilanganmu[1], Mu’adz! Bukankah manusia itu diseret ke Neraka pada wajah-wajah mereka atau hidung-hidung mereka hanya disebabkan oleh buah perkataan mereka?”[2]
Yang dimaksud dengan buah perkataan dalam hadits di atas adalah balasan atas perkataan yang haram dan berbagai akibatnya. Dengan berbicara dan beramal seseorang telah menanam kebaikan atau keburukan. Dan di hari Kiamat nanti, ia akan menuai buah hasil dari perkataan dan perbuatannya di dunia. Barang siapa menanam kebaikan maka ia akan menuai karomah. Dan barang siapa menanam keburukan maka ia akan menuai penyesalan.
Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, artinya:
“Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke Neraka adalah dua lubang; mulut dan farji’ (kemaluan).”[3]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan kalimat yang tidak jelas tetapi karenanya ia terjerembab di Neraka, lebih jauh dari jarak Timur hingga Barat.”[4]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda, artinya:
“Barang siapa yang memberi jaminan untuk menjaga apa yang ada di antara kedua jenggotnya (lisan) dan dua paha (farji’) aku jamin baginya Surga.”[5]
Dan sabdanya juga, yang artinya:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”[6]
Hadits ini memuat perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbicara yang baik-baik saja dan diam dari selainnya. Khitab (pembicaraan) itu hanya ada dua; yang setiap hamba diperintahkan untuknya, dan selainnya, yang setiap hamba diperintahkan diam darinya.
Bencana lisan yang paling sedikit mudharatnya adalah berbicara tentang sesuatu yang tidak berfaidah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:
“Merupakan tanda baiknya keislaman seseorang jika ia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.”[7]
Apa yang telah disebutkan di atas adalah bencana lisan terkecil mudharatnya. Lalu bagaimana dengan ghibah, namimah, kata-kata yang bathil dan keji, kata-kata yang mengandung dua makna, perdebatan, pengaduan, nyanyian, kedustaan, menyanjung-nyanjung, mengolok-olok, penghinaan, kekeliruan dalam pembicaraan dan yang lainnya, yang semuanya adalah bencana yang menimpa lisan seorang hamba untuk seterusnya merusak hatinya, dan juga menghilangkan kebahagiaan dan kesenangan yang ia rasakan di dunia dan menghilangkan keberuntungan dan kemenangan di akhirat. Allahul musta’an.
2. Banyak makan
Sedikit makan dapat melembutkan hati, menguatkan daya fikir, membuka diri, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan hal yang sebaliknya.
Miqdam bin Ma’d Yakrib berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:
“Tidak ada bejana yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga dari perutnya hendaknya diisi untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya.”[8]
Berlebihan dalam makan akan mengakibatkan banyak hal buruk. Ia akan menggerakkan anggota badan untuk melakukan berbagai kemaksiatan serta menjadikannya merasa berat untuk beribadah. Dan dua hal ini sudah merupakan hal yang akan membawa kepada keburukan. Berapa banyak kemaksiatan yang bermula dari keadaan kenyang dan berlebihan dalam makan. Berapa banyak pula keta’atan dalam keadaan sebaliknya. Barang siapa dapat menjaga keburukan dari perutnya, maka ia telah menjaga diri dari keburukan yang besar.
Ibrahim bin Adham berkata[9], “Barang siapa memelihara perutnya akan terpelihara dirinya. Barang siapa mampu menguasai rasa laparnya akan memiliki akhlaq yang baik. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu jauh dari seorang yang lapar dan dekat dari seorang yang kenyang.”
3. Banyak bergaul
Bergaul secara berlebihan akan membawa kerugian di dunia dan akhirat. Apabila tata cara dan tata krama dalam pergaulan tidak diperhatikan lagi, maka ia akan dapat menuai berbagai permusuhan. Di dalamnya akan tersimpan berbagai penyakit berbahaya yang jika dibiarkan maka ia akan dapat mematikan pada suatu saat.
Dalam bergaul, hendaknya kita dapat mengklasifikasi manusia menjadi empat kriteria. Ketidakmampuan kita dalam membedakan masing-masing kriteria dapat membawa kepada kerugian di dunia dan akhirat.
1. Kelompok pertama adalah orang-orang yang setia kepada Allah ‘Azza wa Jalla, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan seluruh kaum muslimin. Bergaul dengan mereka adalah keuntungan yang besar.
2. Kelompok yang bergaul dengan mereka seperti mengkonsumsi obat. Ia dibutuhkan di kala sakit. Selama kondisi sehat, tidak akan ada yang bergaul dengan mereka. Mereka adalah para ahli dalam urusan mu’amalat, bisnis dan yang semisalnya. Anda harus bergaul dengan mereka, jika Anda ingin urusan ma’isyah Anda lancar.
3. Kelompok yang bergaul dengan mereka berarti mengkonsumsi bakteri dan virus-virus penyakit. Ada yang menimbulkan penyakit ganas dan memakan waktu yang lama untuk dapat disembuhkan. Mereka adalah orang-orang yang tidak membawa keuntungan dan manfaat dunia dan akhirat. Mereka hanya membawa kerugian dan kemudharatan, sehingga jika Anda bergaul dengannya, maka dia bisa membunuh Anda dengan bakteri dan virus-virus mematikan yang dia bawa.
Tapi ada juga penyakit yang lebih ringan. Mereka adalah orang-orang yang tidak baik bicaranya dan tidak pula memberi manfaat. Mereka hanya bisa mengambil manfaat dari orang lain. Ketika mereka berbicara, kata-kata yang keluar dari lisannya ibarat sembilu yang mengiris hati orang-orang yang mendengarnya. Namun, ia tetap bangga dengan ucapannya. Ia berlaku demikian terhadap siapa saja yang bergaul dengannya dan menyangka ia sedang menebar minyak wangi dengan ucapannya. Ia ibarat sebongkah batu besar yang tidak ada seorang pun yang mampu mengangkatnya dan tidak juga merubah keadaannya.
4. Kelompok yang bergaul dengan mereka adalah kebinasaan total. Mereka ibarat bisa ular dan racun berbahaya lagi mematikan urat saraf. Jika seseorang memakannya dengan tidak sengaja, maka ia telah menelan sebuah kerugian. Mereka adalah ahli bid’ah dan ahlul hawa’. Mereka adalah orang-orang yang berada dalam garis depan penghalang sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka senantiasa menyeru kepada kesesatan, fitnah-fitnah bathil dan berbagai syubhat yang telah mereka bungkus dengan kata-kata yang indah lagi merayu-rayu. Mereka melabel bid’ah sebagai sunnah dan mengganti label sunnah dengan bid’ah. Sehingga tidaklah patut bagi orang-orang yang memiliki akal-akal yang sehat untuk ikut bergaul dengan mereka. Karena mereka tidak akan membawa sesuatu kecuali kesesatan dan kebinasaan.
4. Banyak memandang
Mata seringkali disebut sebagai jendela hati. Karena apa-apa yang indah dipandang mata, maka hati pun akan ikut mengaguminya. Tetapi, mata yang diciptakan untuk melihat sekalipun, tetap harus memiliki batasan-batasan dalam memandang. Janganlah sekali-kali kita membiarkan pandangan kita lepas dan berkeliaran di luar kendali, karena itu akan berakibat buruk.
1. Pandangan adalah panah iblis.
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman dalam sebuah ayat di kitab-Nya yang mulia, yang artinya:
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. an-Nuur: 30)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, artinya:
“Wahai ‘Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya. Untukmu pandangan pertama, tetapi bukan untuk berikutnya.”[10]
Diriwayatkan pula dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, artinya:
“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang memandang tanpa sengaja, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.”[11]
2. Syaithan akan menjadikan objek pandangan sebagai berhala dalam hati.
Syaithan memasukkan pengaruh buruknya ke dalam diri seseorang melalui pandangan mata dan sesungguhnya masuknya syaithan dari jalan ini melebihi kecepatan aliran udara masuk ke dalam ruang hampa. Syaithan akan memperindah wujud yang dipandang dan menjadikannya berhala tautan hati. Kemudian, ia mengobral janji dan angan-angan. Setelah itu ia nyalakan api syahwat dan dilemparkannya kayu bakar maksiat, sehingga seseorang itu jatuh ke dalam lubang dosa.
3. Pandangan itu menyibukkan hati.
Terlalu banyak memandang akan menjadikan hatinya tertawan dengan hal-hal yang dipandangnya. Sehingga akan membuatnya lupa dari urusan-urusan yang bermanfaat. Dia menjadi lalai dan senantiasa mengikuti hawa nafsunya, sehingga urusannya menjadi kacau dan tidak terkendali. Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, yang artinya:
“Dan janganlah kamu ta’at kepada orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari dzikir kepada Kami dan mengikuti hawa nafsunya serta urusannya menjadi kacau balau.” (QS. al-Kahfi: 28)
Demikianlah bahwa melepaskan pandangan secara liar akan mengakibatkan tiga bencana ini. Sementara menjaganya akan membawa keuntungan di dunia dan akhirat.
Para pakar akhlaq bertutur, “Antara mata dan hati memiliki kaitan yang erat. Bila mata telah rusak dan hancur, maka hati pun akan ikut rusak dan hancur. Hati seperti ini ibarat tempat sampah yang berisikan segala najis, kotoran dan sisa-sisa yang menjijikkan. Ia tidak layak dihuni oleh ma’rifatullah, mahabbatullah, inabah kepada-Nya, ketundukan kepada-Nya dan kegembiraan ketika merasa dekat dengan-Nya.
Penghuninya adalah hal-hal yang menjadi kebalikan dari itu semua.”
Melepaskan pandangan pun akan menjadikan hati buta, tidak dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, antara yang sunnah dan yang bid’ah, dan antara kebaikan dan keburukan. Tunduknya pandangan karena Allah akan membuahkan firasat yang benar yang dapat menjadi pembeda. Barang siapa menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan Allah ‘Azza wa Jalla, niscaya Allah akan mencemerlangkan cahaya bashirahnya.
Itulah racun-racun mematikan bagi hati. Maka sudah menjadi tugas harian bagi kita untuk membuat hati kita terhindar dari racun-racun tersebut. Karena bila hati telah bersinar, maka berbagai amal kebaikan akan berdatangan dari berbagai penjuru untuk dilaksanakan. Sebagaimana bila ia berada dalam kegelapan maka berbagai bencana dan keburukan pun akan berdatangan dari berbagai tempat.
Yaa Muqollibal qulub, tsabit qulubana 'ala diniik.
Yaa Mushorifal qulub, shorif qulubana 'ala tho'atik.
Wallahu a'lam bish showab.
Catatan kaki:
[1] Kalimat yang biasa digunakan untuk menekankan suatu masalah.
[2] Riwayat at-Tirmidzi (al-Iman VII/362) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak fi at-Tafsir (VI/142), shahih sesuai dengan syarat Bukhari-Muslim.
[3] Riwayat at-Tirmidzi (al-Birr wash Shilah VI/142). Beliau berkata, “Hadits ini shahih gharib.” Juga al-Hakim dalam al-Mustadrak fi Raqa’iq (IV.324).
[4] Riwayat Bukhari (ar-Raqa’iq XI/308) dan Muslim (az-Zuhd XVIII/117).
[5] Riwayat Bukhari (ar-Raqa’iq XI/308 dan al-Hudud XII/113) dari Sahl bin Sa'd.
[6] Riwayat Bukhari (ar-Raqa’iq XI/308) dan Muslim (al-Iman II/18).
[7] Hadits Shahih, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (az-Zuhd VI/607), Ahmad (al-Musnad I/201). Dalam tahqiq Musnad, Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, isnadnya shahih.
[8] Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad (IV/132), at-Tirmidzi (az-Zuhd VII/51) dengan sedikit perbedaan redaksi. Al-Hakim mengatakan, “Hadits ini isnadnya shahih. Hanya saja Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Adz-Dzahabi sepakat dengan al-Hakim (IV/331).
[9] Tazkiyatun Nafs, Ibnu Qayyim al-Jauziyah.[10]Riwayat Abu Dawud (an-Nikah VI/186), at-Tirmidzi (al-Adab VIII/61), dinyatakan shahih oleh al-Hakim sesuai dengan syarat Muslim, dan disepakati oleh adz-Dzahabi (II/194).
[11]Riwayat Muslim (al-Adab XIV/138).
Ibnu Isma'il bin Ibrahim al-Muhajirin
http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/2009/12/waspadai-racun-yang-mematikan-hati.html
Iman Kepada Malaikat
Efirst,Beriman kepada para malaikat dengan cara meyakini eksistensi (keberadaan) mereka, membenarkan) nama-nama dan perbuatan-perbuatan mereka yang telah dikhabarkan kepada kita.
Allah -Ta’ala- berfirman, “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 285)
Allah -Ta’ala- berfirman, “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi”. (QS. Al-Baqarah: 177)
Karenanya barangsiapa yang tidak beriman kepada mereka dan mengingkari eksistensi/wujud mereka -sebagaimana yang diyakini oleh sebagian penganut filsafat- maka dia telah kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Allah Ta’ala menyatakan, “Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa`: 136)
Definisi Malaikat
Kata ‘malaikat’ adalah bentuk jamak dari kata al-malak, sementara kata al-malak sendiri berasal dari kata al-ulukah yang bermakna ar-risalah. Sehingga makna dari kata al-malak adalah ar-rasul (utusan). Jadi, Allah mempunyai dua jenis rasul, satu dari jenis manusia dan satu dari jenis makhluk ghaib yaitu para malaikat, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir: 1)
Sifat Para Malaikat
Sifat umum yang dimiliki oleh setiap malaikat adalah bahwa mereka adalah para hamba Allah yang selalu taat dan tidak pernah sekalipun bermaksiat kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Dan kepunyaanNyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisiNya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembahNya dan tiada pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya”. (QS. Al-Anbiya` : 19-20) Allah juga berfirman, “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahuluiNya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya”. (QS. Al-Anbiya` : 26-27) Juga pada firman-Nya, “Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud”. (QS. Al-A’raf : 206)
Adapun sifat secara jasad, maka mereka adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya dan memiliki jasad. Di antara dalilnya adalah ayat dalam surah Fathir di atas dimana disebutkan bahwa para malaikat mempunyai sayap, ada yang punya dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, dan seterusnya. Bahkan “Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah melihat Jibril dan dia (Jibril) mempunyai 600 sayap.” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud)
Firman-Nya, “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu.” (QS. Al-An’am: 93) menunjukkan bahwa mereka mempunyai tangan. Pada firman-Nya, “Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan (bercampur kaget) dari hati mereka, mereka berkata “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?” Mereka menjawab: (Perkataan) yang benar”, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Saba`: 23) disebutkan bahwa mereka mempunyai hati. Dan dalam nash-nash banyak disebutkan kisah mereka berubah bentuk menjadi manusia, sebagaimana Jibril -’alaihis salam- telah menampakkan dirinya kepada Maryam dalam rupa laki-laki yang sempurna, sebagaimana mereka juga menampakkan diri-diri mereka kepada Ibrahim -’alaihish sholatu wassalam- ketika mereka masuk ke (rumah) beliau sebagai tamu-tamu yang mulia, dan sebagaimana mereka menampakkan diri-diri mereka kepada Luth -’alaihis salam- tatkala mereka (para malaikat itu) datang untuk menurunkan siksaan kepada kaum beliau, dan yang semisalnya.
Adapun mereka diciptakan dari cahaya, maka Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَاٍر وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah djelaskan kepada kalian (tanah)”. (HR. Muslim dari Aisyah)
Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa jarak antara daun telinga salah satu malaikat pemanggul arsy dengan bahunya adalah seperti perjalanan sebulan, dan ini menunjukkan mereka mempunyai bahu dan telinga. Ukuran jasad mereka juga sangat besar, sampai-sampai satu sayapnya bisa menutupi ufuk. Dalam hadits Anas bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- bertanya kepada Jibril, “Kenapa saya tidak pernah melihat Mika`il tertawa sedikitpun?, maka dia menjawab : Mika`il tidak pernah tertawa sejak diciptakannya Neraka”. (HR. Ahmad) Ini menunjukkan bahwa para malaikat memiliki sifat tertawa. Dan dalam surah Saba` di atas disebutkan mereka mempunyai rasa takut dan kaget. Dan sifat-sifat lainnya yang merupakan sifat kebaikan dan kemuliaan yang dalil-dalilnya tersebar dalam Al-Kitab dan sunnah. Dan para ulama menyatakan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang bisa melihat malaikat dalam rupa aslinya, kecuali para nabi dan itu pun karena Allah menguatkan mereka. Allah Ta’ala berfirman di ayat ke-8 surah Al-An’am, “Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat?” dan kalau Kami turunkan (kepadanya) malaikat, tentulah selesai urusan itu,” yakni: Mereka semua akan mati karena mereka tidak akan sanggup melihatnya. Sudah diketahui bersama bagaimana beratnya keadaan Nabi -alaihishshalatu wassalam- tatkala beliau melihat rupa asli Jibril di dalam goa Hira, seandainya Allah tidak menguatkan beliau niscaya beliau akan mati.
Jumlah Malaikat
Jumlah mereka sangat banyak dan tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah Ta’ala yang menciptakan mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri.” (QS. Al-Muddatstsir: 31). Di antara dalil yang menunjukkan banyaknya jumlah mereka adalah hadits Anas bin Malik tentang kisah mi’raj dimana pada langit ketujuh Nabi -alaihishshalatu wassalam- bertemu dengan Nabi Ibrahim yang tengah bersandar ke Baitul Ma’mur, yang merupakan tempat dimana setiap hari ada 70.000 malaikat yang masuk ke dalamnya untuk beribadah kepada Allah. Dan para malaikat yang sudah masuk ke dalamnya tidak masuk lagi setelahnya akan tetapi keesokan harinya masuk lagi 70.000 malaikat yang lain dan demikian seterusnya setiap hari. Juga dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa tidak ada sejengkal pun di langit kecuali padanya ada malaikat yang bersujud, bertasbih, dan beribadah kepada Allah. Maka kedua dalil ini dan semacamnya menunjukkan banyaknya jumlah malaikat.
Hanya saja dari seluruh malaikat itu, hanya ada segelintir di antara mereka yang Allah sebutkan namanya, dan segelintir lainnya hanya Allah sebutkan tugasnya, dan sisanya yang sangat banyak tidak kita ketahui siapa nama mereka dan apa tugas mereka karena Allah tidak mengabarkannya kepada kita.
Iman Kepada Malaikat Dengan Empat Perkara
Pertama: Meyakini wujud atau eksistensi mereka.
Kedua: Mengimani para malaikat yang kita ketahui namanya, seperti yang akan disebutkan. Adapun yang tidak kita ketahui namanya maka secara umum kita tetap mengimani adanya mereka.
Ketiga: Mengimani sifat-sifat mereka yang tidak kita ketahui, baik sifat umum maupun sifat khusus (jasad).
Keempat: Mengimani tugas-tugas dan amalan-amalan yang mereka lakukan yang kita kitahui. Yang mana secara umum amalan mereka adalah senantiasa beribadah kepada Allah dan tidak pernah merasa bosan.
Nama dan Amalan Sebagian Malaikat.
Ada beberapa malaikat yang kita ketahui nama dan amalan mereka, misalnya:
1. Jibril yang bertugas membawa wahyu kepada para nabi dan rasul.
2. Mikail yang ditugasi untuk menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
3. Israfil yang ditugasi untuk meniup sangkakala hari kiamat dan untuk membangkitkan kembali para makhluk.
4. Malaikat maut yang ditugasi untuk mencabut nyawa para makhluk. Tidak ada dalil shahih yang menyatakan namanya adalah Izrail.
5. Malik yang ditugasi menjaga neraka.
6. Mungkar dan Nakir yang ditugasi untuk menguji setiap mayit di alam barzakh dengan tiga pertanyaan. Nama kedua malaikat ini disebutkan dalam hadits Abu Hurairah riwayat At-Tirmizi.
7. Malaikat yang mencatat amalan hamba. Sebagian ulama menyatakan namanya Raqib dan Atid, sementara yang lainnya menyatakan bahwa raqib (yang dekat) dan atid (yang mengawasi) adalah sifatnya dan bukan namanya. Pendapat kedua ini yang lebih tepat, wallahu a’lam.
8. Malaikat penjaga surga. Tidak diketahui namanya, adapun Ridwan maka dia disebutkan dalam hadits yang lemah.
9. Malaikat yang ditugasi mengurus gunung-gunung, yang pernah mendatangi Nabi untuk menawarkan jika beliau ingin kaumnya dihancurkan. Tidak diketahui namanya.
10. Malaikat yang ditugasi untuk menulis takdir makhluk ketika dia masih di dalam rahim. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
Dan para malaikat lain yang tidak mungkin disebutkan semua pada tempat yang terbatas ini.
Buah Keimanan Kepada Malaikat
Pertama: Mengenal keagungan Allah, kebesaran-Nya, kekuatan-Nya, kekuasaan-Nya. Karena besar dan kuatnya seorang makhluk (seperti malaikat) menunjukkan penciptanya jauh lebih besar dan lebih kuat.
Kedua: Bersyukur kepada Allah atas perhatian-Nya kepada manusia, tatkala Allah menugasi beberapa malaikat untuk menjga mereka, mencatat amalan mereka, dan selainnya dari tugas-tugas mereka yang mendatangkan maslahat bagi manusia.
Ketiga: Mencintai para malaikat karena mereka adalah para wali Allah dan senantiasa beribadah kepada mereka.
Beberapa Kedustaan Atas Nama Malaikat
Berikut beberapa kedustaan yang dinisbatkan kepada para malaikat oleh orang-orang yang tidak beres ilmu dan keimanannya:
1. Malaikat itu tidak ada jasadnya/wujudnya. Malaikat hanyalah semacam kekuatan baik yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat baik.
Ini adalah keyakinan sebagian penganut filsafat yang dengannya mereka telah mengingkari semua dalil di atas yang menunjukkan mereka mempunyai jasad dan sifat. Bahkan siapa yang mengingkari adanya malaikat maka dia kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.
2. Mereka adalah sembahan selain Allah dan boleh menyerahkan ibadah kepada mereka.
Ini adalah keyakinan kaum musyrikin dari dahulu dan telah dibantah oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, “Dan ingatlah hari yang di waktu itu Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat : “Apakah mereka ini dahulu menyembah kalian?”. Malaikat-malaikat itu menjawab : “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka ; bahkan mereka telah menyembah jin ; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. Saba` : 40-41) Juga firman-Nya, “Dan tidak wajar pula baginya menyuruhmu menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai Tuhan. Apakah patut dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kalian sudah menganut agama Islam?”. (QS. Ali ‘Imran : 80)
3. Para malaikat adalah anak-anak wanita Allah, wal ‘iyadzu billah.
Ini juga keyakinan kaum musyrikin yang Allah telah bantah dalam firman-Nya, “Dan mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu),adalh hamba-hamba yang dimulyakan. Mereka itu tidak mendahuluiNya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang dibelakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai oleh Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepadaNya”. (QS. Al-Anbiya` : 26-28) Juga pada firman-Nya, “Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah): “Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak laki-laki, atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan (nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: “Allah beranak”. Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta. Apakah Tuhan memilih (mengutamakan) anak-anak perempuan daripada anak laki-laki? Apakah yang terjadi padamu? Bagaimana (caranya) kalian menetapkan? Apakah yang terjadi padamu? Bagaimana (caranya) kalian menetapkan? Maka apakah kalian tidak memikirkan? Atau apakah kalian mempunyai bukti yang nyata? Maka bawalah kitabmu jika kalian memang orang-orang yang benar”. (QS. Ash-Shaffat : 149-157)
4. Malaikat tidak mempunyai akal, perasaan, dan kehendak, wal ‘iyadzu billah
Ini juga adalah kedustaan yang sangat besar atas mereka. Bagaimana mungkin mereka tidak punya akal dan perasaan, sementara mereka mempertanyakan mengenai hikmah terciptanya Adam karena mereka khawatir kalau manusia akan menumpahkan darah di bumi? Justru yang mengatakan malaikat tidak punya akal, dialah yang tidak punya akal. Telah disebutkan di atas bahwa para malaikat mempunyai hati, sifat takut, kaget, tertawa, dan selainnya, yang semua ini menunjukkan mereka punya perasaan, dan perlu diingat bahwa hati adalah tempat akal berada.
Adapun kehendak maka mereka punya kehendak, karena tidak mungkin mereka beribadah kepada Allah jika mereka tidak berkehendak. Para malaikat adalah makhluk yang dipuji akan ibadah dan keimanan mereka dalam nash-nash, seandainya keimanan dan ibadah mereka karena faktor paksaan dari Allah atau karena sudah tabiatnya seperti itu atau karena mereka tidak punya keinginan berbuat maksiat, maka tentunya mereka tidak perlu dipuji karenanya karena berarti ketaatan mereka bukan atas kehendak mereka sendiri.
Adapun dalam hal syahwat, wallahu a’lam. Tapi kalau dikatakan mereka tidak bisa berbuat maksiat itu keliru. Mereka bisa saja bermaksiat kepada Allah -sebagaimana halnya Iblis yang dulunya dia juga taat-, akan tetapi mereka tidak bermaksiat karena besarnya pengagungan dan takut mereka Allah, yang karenanya mereka dipuji.
5. Iman mereka statis (tidak naik dan tidak juga turun)
Ini adalah kesalahan. Kalau tidak turun, ya mungkin benar karena mereka tidak pernah bermaksiat. Tapi jika dikatakan iman mereka tidak naik maka ini salah, karena sudah diketahui bersama bahwa amalan ibadah dan ketaatan bisa menambah keimanan.
6. Kisah malaikat Harut dan Marut yang diturunkan ke bumi karena merasa lebih hebat daripada manusia, lalu Allah menguji mereka dengan wanita yang diciptakan dari bunga, dan pada akhirnya mereka berzina dengan wanita tersebut, wal ‘iyadzu billah.
Ini disebutkan dalam sebagian kitab tafsir dan masyhur di lisan para penceramah. Akan tetapi ini adalah kisah israiliyat yang tidak boleh dibenarkan dan dipercaya, karena kandungannya bertentangan dengan Al-Qur`an dan sunnah yang menyatakan mereka tidak mungkin berbuat maksiat.
Demikian beberapa pembahasan seputar iman kepada para malaikat, wallahu a’lam bishshawab.
Syarah Tsalatsah Al-Ushul -Syaikh Ibnu Al-Utsaimin- hal. 90-94 dan Al-Mu'taqad Ash-Shahih karya Syaikh Abdussalam Barjis,
Fasal keimanan yang benar tentang rukun iman kepada malaikat]
Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu
Efirst,Suatu ketika seorang akhowat tengah duduk bersama beberapa temannya mengerjakan tugas kuliah. Tak jauh dari mereka, duduk pula seorang teman. Sepertinya ia sedang menunggu kedatangan seseorang. Sang akhowat terheran-heran melihat temannya. Telah satu jam lebih ia duduk tanpa melakukan apapun kecuali ia tampak berkonsentrasi penuh menghafalkan sesuatu yang tertulis dalam kertas yang dipegangnya. Ketika rasa ingin tahunya tak terbendung lagi akhowat tersebut pun bertanya, apakah gerangan yang ia hafalkan? apakah yang tertulis dalam kertas tersebut? Betapa kagetnya ketika ia dapati isi kertas tersebut adalah syair lagu-lagu (musik). Astagfirullah… wal ‘iyyadzubillahi min dzalik.
Ya ukhty, betapa melekatnya musik di kehidupan umat muslim saat ini. Di mana pun, kapan pun, bahkan saat kondisi apapun musik tidak terlepas dari mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sesungguhnya musik membantu proses belajar. Orang yang belajar dengan diiringi musik, maka ilmu itu akan lebih mudah terpatri di dalam dirinya. Sebagian lagi menganjurkan kepada wanita yang sedang hamil untuk secara rutin memperdengarkan musik klasik pada usia kehamilan tertentu untuk membantu perkembangan pertumbuhan otak sang jabang bayi. Dan pendapat yang tak kalah jahil adalah perkataan yang menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak menyukai musik adalah orang yang kasar hatinya. Subhanallah… Maha suci Allah dari segala apa yang mereka tuduhkan…
Hukum Musik dan Lagu
Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6) Sebagian besar mufassir (Ulama Ahli Tafsir -ed) berkomentar, yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata, “Ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud). Maksudnya adalah akan datang pada suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram. Imam Syafi’i dalam kitab Al Qodho’ berkata, “Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperbanyak nyanyian maka dia adalah orang yang dungu, kesaksiannya tidak dapat diterima.”
Ya ukhty, telah jelas haramnya musik dan nyanyian. Maka janganlah engkau menjadi ragu hanya karena banyaknya orang yang menganggap bahwa musik itu halal. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al-An’am: 116)
Adapun orang-orang yang menyatakan tentang halalnya musik maupun mengatakan tentang berbagai manfaat musik, maka cukuplah kita katakana kepada mereka, apakah engkau mengaku lebih mengetahui kebenaran dan kebaikan daripada Allah dan Rasul-Nya ?
Bingkisan Istimewa untuk Saudariku agar Bersegera Meninggalkan Musik dan Lagu
Ya ukhty, salah satu tanda syukurmu atas nikmat yang diberikan oleh Allah adalah engkau menggunakan nikmat-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Serta engkau tidak menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Ingatlah bahwa tidak ada sesuatu pun nikmat pada dirimu melainkan nikmat itu berasal dari Allah. Maka janganlah engkau gunakan nikmat-nikmat Allah itu untuk sesuatu hal yang tiada berguna terlebih lagi dengan perkara yang telah jelas keharamannya.
Ukhty, engkau telah mengetahui bahwa biasanya kesudahan hidup seseorang itu pertanda dari apa yang dilakukannya selama di dunia, lahir dan batin. Dan diantara tanda seseorang itu husnul khotimah atau su’ul khotimah adalah ucapan yang sering ia ucapkan di akhir hayatnya. Karena itu, demi Allah! Janganlah engkau menganggap remeh masalah musik ini. Engkau mungkin mengatakan, “Ah, aku hanya mendengarnya sekali dua kali saja. aku mendengarnya hanya untuk mengisi waktu senggang atau ketika bosan. Kupikir itu tidak akan berpengaruh pada diriku.” Tahukah engkau ukhty, sesungguhnya pelaku maksiat itu terbiasa karena ia mengizinkan satu dua kali tindakan maksiat. Meskipun hanya sekali dua kali, itu tetaplah maksiat dan bisa mendatangkan murka Allah.
Sekali engkau mendengar atau menyanyikannya, maka sebuah noktah telah kau torehkan pada hatimu. Dan karena telah sekali engkau terlena, engkau pun cenderung melakukannya lagi sehingga makin sulit engkau berlepas diri dari musik dan nyanyian. Dan ketika musik telah menjadi kebiasaan, sungguh dikhawatirkan ia akan menjadi kebiasaan hingga akhir hidup. Betapa sering telinga ini mendengar kisah tentang orang-orang yang mengakhiri hidupnya dengan lantunan musik dan lagu. Mereka tidak bisa mengucapkan syahadat Laailaha illallaah, meski dengan terbata-bata. Justru lantunan musik yang terdengar dari lisan mereka – Na’udzubillahi min dzalik. Meski mungkin mereka pun menginginkan untuk mengucapkan kalimat syahadat, tetapi tenyata lisan mereka terasa ‘berat’ dan telah terlanjur terbiasa dengan musik.
Ukhty, kita memohon pada Allah kesudahan hidup yang baik. Meninggal sebagai muwahid dan syahadat Laailaha illallaah sebagai penutup hidup kita. Aamiin…
Penyusun: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Abu Salman
Artikel www.muslimah.or.id
1. 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an (Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz)
2. Berbenah Diri untuk Penghafal Al-Qur’an (Dr. Anis Ahmad Kurzun), Majalah As Sunnah, edisi Ramadhan 06-07/ Tahun XI/ 1428H/ 2007M
3. Bersanding dengan Bidadari di Surga (Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Naim)
4. Hukum Musik dan Lagu, Rasa’ilut Taujihaat Al Islamiyyah, 1/ 514 – 516 (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
5. Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an (Haya Ar-Rasyid)
Padamnya rasa cemburu
Efirst,
Ghirah Seorang Suami Menurut Tuntunan Islam
Di dalam agama yang mulia ini,
seorang suami dituntut untuk memiliki ghirah atau rasa cemburu kepada istrinya,
sehingga ia tidak menghadapkan istrinya kepada perkara yang mengikis rasa malu dan mengeluarkannya dari kemuliaan.
Sa’ad bin ‘Ubadah radhiallahu 'anhu pernah berkata dalam mengungkapkan kecemburuan terhadap istrinya :
“ Seandainya aku melihat seorang laki - laki bersama istriku niscaya aku akan memukul laki - laki itu dengan pedang ( yang dimaksud bagian yang tajamnya )...”
Mendengar penuturan Sa‘ad yang sedemikian itu, tidaklah membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mencelanya,
bahkan beliau bersabda :
“ Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad ? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku.” ( Shahih, HR. Al - Bukhari, dalam kitab An Nikah, bab “ Al - Ghairah ” dan Muslim no. 1499 )
Al - Hafidz Ibnu Hajar Al - ‘Asqalani berkata :
“ Dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh Al - Imam Ahmad, Abu Dawud dan Al - Hakim disebutkan bahwa tatkala turun ayat :
“ Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berzina kemudian mereka tidak dapat menghadirkan empat saksi maka hendaklah kalian mencambuk mereka sebanyak 80 cambukan dan jangan kalian terima persaksian mereka selama-lamanya.” ( An - Nur : 4 )
Berkatalah Sa‘ad bin ‘Ubadah :
“ Apakah demikian ayat yang turun ? Seandainya aku dapatkan seorang laki - laki berada di paha istriku, apakah aku tidak boleh mengusiknya sampai aku mendatangkan empat saksi? Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan empat saksi sementara laki-laki itu telah puas menunaikan hajatnya. ”
Mendengar ucapan Sa‘ad,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“ Wahai sekalian orang - orang Anshar, tidakkah kalian mendengar apa yang diucapkan oleh pemimpin kalian ? ”.
Orang-orang Anshar pun menjawab :
“ Wahai Rasulullah, janganlah engkau mencelanya karena dia seorang yang sangat pencemburu. Demi Allah, dia tidak ingin menikah dengan seorang wanita pun kecuali bila wanita itu masih gadis dan bila dia menceraikan seorang istrinya, tidak ada seorang laki-laki pun yang berani untuk menikahi bekas istrinya tersebut karena cemburunya yang sangat.”
Sa‘ad berkata : “ Demi Allah, sungguh aku tahu wahai Rasulullah bahwa ayat ini benar dan datang dari sisi Allah, akan tetapi aku cuma heran.” ( Fathul Bari, 9/385 )
BUKANLAH MAKNA GHIRAH ATAU CEMBURU ITU DENGAN SELALU BERPRASANGKA BURUK KEPADA ISTERINYA SENINGGA SELALU MENGINTAINYA SIANG DAN MALAM GUNA MENCARI - CARI KESALAHANNYA.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“ Jauhilah oleh kalian kebanyakan dari prasangka karena sebagian prasangka itu dosa….” ( Al - Hujurat : 12 )
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
“ Hati-hati kalian dari prasangka, karena prasangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta. ” ( Shahih, HR. Al - Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563 )
GHIRAH ATAU CEMBURU ADALAH MENYARING KEJELEKKAN
Ibnu Qayyim Al - Jauziyyah rahimahullahu berkata ;
" bara dan panasnya ghirah ini akan menyaring kejelekan dan sifat tercela, sebagaimana emas dan perak dibersihkan dari kotoran yang mencampurinya. Orang-orang mulia dan tinggi harga dirinya pasti memiliki ghirah yang besar terhadap dirinya dan orang - orang yang dekat dengannya juga terhadap orang lain secara umum. Karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling memiliki ghirah terhadap umatnya. Dan ghirah Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih dibanding beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam." ( Ad - Daau wad Dawa, hal. 106 )
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“ Tidak ada satupun yang lebih ghirah daripada Allah. Karena ghirah - Nya inilah Dia mengharamkan perbuatan keji baik yang tampak maupun yang tersembunyi. ” ( Shahih, HR. Al - Bukhari no. 5220 dan Muslim no. 2760 )
Ibnul Qayyim juga mengatakan :
“ Pokok dari agama ini adalah ghirah, maka siapa yang tidak memiliki ghirah berarti ia tidak memiliki agama. Ghirah ini akan melindungi hati sehingga terlindung pula anggota badan lainnya, tertolaklah dengannya segala perbuatan jelek dan keji."
" Sementara tidak adanya ghirah menyebabkan matinya hati hingga anggota badan lainnya pun ikut mati, akibatnya tidak ada penolakan terhadap perbuatan jelek dan keji.” ( Ad - Daau wad Dawa, hal. 109-110 )
Wallahu ta‘ala a‘lam bish - shawab
DARI SUMBER : www.asysyariah.com
Dengan penulis : Al - Ustadzah Ummu Ishaq Al - Atsariyyah
Dimana Allah ?
Efirst,
Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ahmad ibnu Taimiyyah rohimahulloh pernah ditanya mengenai dua orang yang berselisih tentang masalah akidah/keyakinan. Seorang di antaranya berkata, “Orang yang tidak meyakini Alloh Subhanahu wa Ta’ala di atas langit adalah orang sesat.” Sedangkan yang satunya berkata, “Sesungguhnya Alloh itu tidak dibatasi oleh suatu tempat.” Padahal mereka berdua adalah sama-sama pengikut mazhab Syafi’i. Maka, jelaskanlah kepada kami tentang akidah Imam Syafi’i rodhiallohu ‘anhu yang kami ikuti dan bagaimanakah akidah yang benar?
Jawaban Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
Segala puji bagi Alloh, keyakinan Asy Syafi’i rohimahulloh dan keyakinan para pendahulu Islam seperti Malik, Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu Mubarak, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, dan juga menjadi keyakinan para guru yang ditiru seperti Fudhail bin ‘Iyadh, Abu Sulaiman Ad Darani, Sahl bin Abdullah At Tusturi dan selain mereka adalah sama. Sesungguhnya di antara ulama tersebut dan yang seperti mereka tidak terdapat perselisihan dalam pokok-pokok agama.
Begitu pula Abu Hanifah rohmatullohi ‘alaihi, sesungguhnya keyakinan beliau dalam masalah tauhid, takdir dan perkara lainnya adalah sesuai dengan keyakinan para ulama di atas. Sedangkan keyakinan yang dipegang oleh para ulama itu adalah keyakinan para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, itulah keyakinan yang dikatakan oleh Al Kitab dan As Sunnah. Asy Syafi’i mengatakan di bagian awal Muqoddimah Kitab Ar Risalah:
الحمد لله الَّذِي هُوَ كَمَا وصف بِهِ نفسه، وفوق مَا يصفه بِهِ خلقه.
“Segala puji bagi Alloh yang (terpuji) sebagaimana sifat yang Dia tetapkan untuk diri-Nya sendiri. Sifat-sifat yang tidak bisa digambarkan oleh makhluknya.”
Dengan demikian beliau rohimahulloh menerangkan bahwa Alloh itu memiliki sifat sebagaimana yang Dia tegaskan di dalam Kitab-Nya dan melalui lisan rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Begitu pula yang dikatakan oleh Ahmad bin Hambal. Beliau mengatakan: Alloh tidak diberi sifat kecuali dengan yang Dia tetapkan sendiri, atau sifat yang diberikan oleh Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam tanpa disertai tahrif (penyelewengan makna), tanpa takyif (memvisualisasikan), tanpa tamsil (menyerupakan dengan makhluk), tetapi mereka menetapkan nama-nama terbaik dan sifat-sifat luhur yang Dia tetapkan bagi diri-Nya. Mereka yakini bahwasanya:
لَيْسَ كمثله شيء وَهُوَ السميع البصير
“Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai dengan-Nya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” baik dalam sifat-sifatNya, Zat-Nya maupun dalam perbuatan-perbuatanNya. Kemudian beliau berkata: Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan segala yang ada di antara keduanya dalam waktu enam masa kemudian Dia bersemayam di atas Arsy; Dialah yang telah benar-benar berbicara dengan Musa; Dialah yang telah menampakkan diri kepada gunung dan gunung itu pun menjadi hancur terbelah karenanya, tidak ada satu makhluk pun yang memiliki sifat sama persis dengan-Nya, ilmu-Nya tidak sama dengan ilmu siapa pun, kemampuan-Nya tidak sama dengan kemampuan siapa pun, dan kasih sayang-Nya juga tidak sama dengan kasih sayang siapa pun, bersemayam-Nya juga tidak sama dengan bersemayamnya siapa pun, pendengaran dan penglihatan-Nya juga tidak sama dengan pendengaran dan penglihatan siapa pun. Ucapan-Nya tidak sama dengan ucapan siapa pun, penampakan diri-Nya tidak sebagaimana penampakan siapa pun.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menginformasikan kepada kita di surga itu ada daging, susu, madu, air, sutera dan emas. Dan Ibnu Abbas telah berkata,
لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مما فِي الآخرة إِلاَّ الأسماء.
“Tidak ada suatu pun di dunia ini yang ada di akhirat nanti kecuali hanya sama namanya saja.”
Apabila makhluk-makhluk yang gaib ini ternyata tidak sama dengan makhluk-makhluk yang tampak ini -padahal namanya sama- maka Sang Pencipta tentu sangat jauh berbeda dibandingkan dengan makhluk-Nya, inilah perbedaan Pencipta dengan makhluk yang diciptakan, meskipun namanya sama.
Alloh telah menamai diri-Nya Hayyan ‘Aliiman (Maha Hidup, Maha Mengetahui), Samii’an Bashiiran (Maha Mendengar, Maha Melihat), dan nama-Nya yang lain adalah Ra’uuf Rahiim (Maha Lembut, Maha Penyayang); Alloh itu hidup tidak seperti hidup yang dialami oleh makhluk, pengetahuan Alloh tidak seperti pengetahuan makhluk, pendengaran Alloh tidak seperti yang dialami pendengaran makhluk, penglihatan Alloh tidak seperti penglihatan makhluk, kelembutan Alloh tidak seperti kelembutan makhluk, kasih sayang Alloh tidak seperti kasih sayang makhluk.
Nabi bersabda dalam konteks hadits budak perempuan yang cukup populer: “Di mana Alloh?” Budak tersebut menjawab, “(Alloh) di atas langit.” Akan tetapi bukan berarti maknanya Alloh berada di dalam langit, sehingga langit itu membatasi dan meliputi-Nya. Keyakinan seperti ini tidak ada seorang pun ulama salaf dan ulama yang mengatakannya; akan tetapi mereka semuanya bersepakat Alloh berada di atas seluruh langit ciptaan-Nya. Dia bersemayam (tinggi) di atas ‘Arsy, terpisah dari makhluk-Nya; tidak terdapat sedikit pun unsur Dzat-Nya di dalam makhluk-Nya, begitu pula, tidak terdapat sedikit pun unsur makhluk-Nya di dalam Dzat-Nya.
Malik bin Anas pernah berkata:
إن الله فَوْقَ السماء، وعلمه فِي كلّ مكان
“Sesungguhnya Alloh berada di atas langit dan ilmu-Nya berada (meliputi) setiap tempat.”
Maka barang siapa yang meyakini Alloh berada di dalam langit dalam artian terbatasi dan terliputi oleh langit dan meyakini Alloh membutuhkan ‘Arsy atau butuh terhadap makhluk lainnya, atau meyakini bersemayamnya Alloh di atas ‘Arsy-Nya sama seperti bersemayamnya makhluk di atas kursinya; maka orang seperti ini adalah sesat, pembuat bid’ah dan jahil (bodoh). Barang siapa yang meyakini kalau di atas ‘Arsy itu tidak ada Tuhan yang disembah, di atas ‘Arsy itu tidak ada Tuhan yang orang-orang sholat dan bersujud kepada-Nya, atau meyakini Muhammad tidak pernah diangkat menghadap Tuhannya, atau meyakini kalau Al Quran tidak diturunkan dari sisi-Nya, maka orang seperti ini adalah Mu’aththil Fir’auni (penolak sifat Alloh dan pengikut Fir’aun), sesat dan pembuat bid’ah.
Ibnu Taimiyah berkata setelah penjelasan yang panjang, Orang yang mengatakan, “Barang siapa tidak meyakini Alloh di atas langit adalah sesat”, jika yang dimaksudkan adalah “barang siapa yang tidak meyakini Alloh itu di dalam lingkup langit sehingga Alloh terbatasi dan diliputi langit” maka perkataannya itu keliru. Sedangkan jika yang dimaksudkan dengan ucapan itu adalah “barang siapa yang tidak meyakini apa yang tercantum di dalam Kitab dan Sunnah serta telah disepakati oleh generasi awal umat ini dan para ulamanya -yaitu Alloh berada di atas langit bersemayam di atas ‘arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya- maka dia benar. Siapa saja yang tidak meyakininya berarti mendustakan Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti selain orang-orang yang beriman. Bahkan sesungguhnya dia telah menolak dan meniadakan Tuhannya; sehingga pada hakikatnya tidak memiliki Tuhan yang disembah, tidak ada Tuhan yang dimintainya, tidak ada Tuhan yang ditujunya.”
Padahal Alloh menciptakan manusia -baik orang Arab maupun non-Arab- yang apabila berdoa maka akan mengarahkan hatinya ke arah atas, bukan ke arah bawah. Oleh karena itu ada orang bijak mengatakan: Tidak pernah ada seorang pun yang menyeru: “Ya Alloh!!” kecuali didapatkan di dalam hatinya -sebelum lisan tergerak- dorongan ke arah atas dan hatinya tidak terdorong ke arah kanan maupun kiri.
Ahlu ta’thil dan ta’wil (penolak dan penyeleweng sifat Alloh) memiliki syubhat dalam hal ini. Mereka benturkan Kitabullah dan Sunnah Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan syubhat ini, mereka tentang kesepakatan salaful ummah dan para ulama. Mereka tentang fitrah yang telah Alloh anugerahkan kepada hamba-hambaNya, mereka tentang sesuatu yang telah terbukti dengan akal sehat. Dalil-dalil ini semua bersepakat bahwa Alloh itu berada di atas makhluk-Nya, tinggi di atasnya. Keyakinan semacam ini Alloh anugerahkan sebagai fitrah yang dimiliki oleh orang-orang tua bahkan anak-anak kecil dan juga diyakini oleh orang badui; sebagaimana Alloh menganugerahkan fitrah berupa pengakuan terhadap adanya (Alloh) Pencipta Yang Maha tinggi. Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih:
كلّ مولود يولد عَلَى الفطرة؛ فأبواه يهودانه، أَوْ ينصّرانه، أَوْ يمجسانه، كَمَا تنتج البهيمة بهيمة جمعاء هَلْ تحسّون فِيهَا من جدعاء؟
“Semua bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah; Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana seekor binatang melahirkan anak dengan utuh tanpa ada anggota tubuh yang hilang, apakah menurutmu ada yang hilang telinganya (tanpa sebab sejak dari lahirnya)?”
Kemudian Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu berkata: Jika kalian mau bacalah,
فطرة الله الَّتِي فطر النَّاس عَلَيْهَا، لاَ تبديل لخلق الله
“Itulah fitrah Alloh yang manusia diciptakan berada di atasnya, tidak ada penggantian dalam fitrah Alloh.”
Inilah maksud dari perkataan Umar bin Abdul ‘Aziz: “Ikutilah agama orang-orang badui dan anak-anak kecil yang masih asli, yakinilah fitrah yang telah Alloh berikan kepada mereka, karena Alloh menetapkan bahwa fitrah hamba fitrah dan untuk memperkuat fitrah bukan untuk menyimpangkan dan juga bukan untuk mengubahnya.”
Sedangkan musuh-musuh para rosul seperti kaum Jahmiyah Fir’auniyah dan lain-lain itu bermaksud mengganti dan mengubah fitrah yang Alloh berikan, mereka lontarkan berbagai syubhat/kerancuan dengan kalimat-kalimat yang tidak jelas sehingga banyak orang itu tidak mengerti maksudnya; dan tidak bisa membantah mereka.
Sumber kesesatan mereka adalah penggunaan istilah-istilah yang bersifat global dan tidak bersumber dari Al Quran dan Sunnah Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah pula dikatakan oleh salah seorang ulama kaum muslimin, seperti istilah tahayyuz, jisim (jasad/raga), jihhah (arah) dan lain sebagainya.
Barang siapa yang mengetahui bantahan syubhat mereka hendaklah dia menjelaskannya, namun barang siapa yang tidak mengetahuinya hendaknya tidak berbicara dengan mereka dan janganlah menerima kecuali yang berasal dari Al Kitab dan As Sunnah, sebagaimana yang difirmankan Alloh,
وَإِذَا رأيت الَّذِينَ يخوضون فِي آياتنا فأعرض عنهم حتّى يخوضوا فِي حديثٍ غيره
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Kami maka berpalinglah dari mereka hingga mereka mengganti pembicaraan.”
Barang siapa berbicara tentang Alloh, Nama dan Sifat-Nya dengan pendapat yang bertentangan dengan Al Kitab dan As Sunnah maka dia termasuk orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Alloh secara batil.
Kebanyakan dari mereka itu menisbatkan kepada para ulama kaum muslimin pendapat-pendapat yang tidak pernah mereka katakaberbagai hal yang tidak pernah mereka katakan, kemudian mereka katakan kepada para pengikut imam-imam itu: inilah keyakinan Imam Fulan; oleh karena itu apabila mereka dituntut untuk membuktikannya dengan penukilan yang sah dari para imam niscaya akan terbongkar kedustaannya.
Asy Syafi’i mengatakan, “Hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada Ahli ilmu kalam (baca: ahli filsafat) menurutku adalah dipukuli dengan pelepah kurma dan sandal lalu diarak mengelilingi kabilah-kabilah dan kaum-kaum sambil diumumkan: ‘Inilah balasan/hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang meninggalkan Al Kitab dan As Sunnah dan malah menekuni ilmu kalam.’”
Abu Yusuf Al Qadhi berkata, “Barang siapa menuntut ilmu agama dengan belajar ilmu kalam dia akan menjadi zindiq (baca: sesat).”
Ahmad mengatakan “Tidak akan beruntung orang yang menggeluti ilmu kalam.”
Sebagian ulama mengatakan: Kaum mu’aththilah/penolak sifat Alloh itu pada hakikatnya adalah penyembah sesuatu yang tidak ada, sedangkan kaum mumatstsilah/penyerupa sifat Alloh dengan sifat makhluk itu adalah penyembah arca. Mu’aththil itu buta, dan mumatstsil itu rabun; padahal agama Alloh itu berada antara sikap melampaui batas/ghuluw dan sikap meremehkan.
Alloh ta’ala berfirman,
وكذلك جعلناكم أمّة وسطاً
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat yang pertengahan.”
Posisi Ahlusunnah di dalam Islam seperti posisi Islam di antara agama-agama.
Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.
(Majmu’ Fatawa V/256-261)
***
Dialihbahasakan oleh: Abu Muslih Ari Wahyudi
10 Alasan Untuk Tidak Memakai Jilbab
Efirst,
Bila anda seorang muslimah dewasa dan masih belum menutup auratnya dengan hijab dan jilbab yang benar, maka ada baiknya merenungkan kembali alasan anda dengan menyimak dialog pemikiran dbawah ini.
ALASAN I : Saya belum benar-benar yakin akan fungsi/kegunaan jilbab
Kami kemudian menanyakan dua pertanyaan kepada saudari ini; Pertama, apakah ia benar-benar percaya dan mengakui kebenaran agama Islam? Dengan alami ia berkata, Ya, sambil kemudian mengucap Laa Ilaa ha Illallah! Yang menunjukkan ia taat pada aqidahnya dan Muhammadan rasullullah! Yang menyatakan ia taat pada syariahnya. Dengan begitu ia yakin akan Islam beserta seluruh hukumnya. Kedua, kami menanyakan; Bukankah memakai jilbab termasuk hukum dalam Islam? Apabila saudari ini jujur dan dan tulus dalam ke-Islamannya, ia akan berkata; Ya, itu adalah sebagian dari hukum Islam yang tertera di Al-Quran suci dan merupakan sunnah Rasulullah SAWW yang suci. Jadi kesimpulannya disini, apabila saudari ini percaya akan Islam dan meyakininya, mengapa ia tidak melaksanakan hukum dan perintahnya?
ALASAN II : Saya yakin akan pentingnya jilbab namun Ibu saya melarangnya, dan apabila saya melanggar ibu, saya akan masuk neraka.
Yang telah menjawab hal ini adalah ciptaan Allah Azza wa Jalla termulia, Rasulullah SAWW dalam nasihatnya yang sangat bijaksana; “Tiada kepatuhan kepada suatu ciptaan diatas kepatuhan kepada Allah SWT.” (Ahmad). Sesungguhnya, status orangtua dalam Islam, menempati posisi yang sangat tinggi dan terhormat. Dalam sebuah ayat disebutkan; “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang Ibu Bapak . . “ (QS. An-Nisa:36). Kepatuhan terhadap orangtua tidak terbatas kecuali dalam satu aspek, yaitu apabila berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT. Allah berfirman; “dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…(QS. Luqman : 15)
Berbuat tidak patuh terhadap orangtua dalam menjalani perintah Allah SWT tidak menyebabkan kita dapat berbuat seenaknya terhadap mereka. Kita tetap harus hormat dan menyayangi mereka sepenuhnya. Allah berfirman di ayat yang sama; “dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. Kesimpulannya, bagaimana mungkin kamu mematuhi ibumu namun melanggar Allah SWT yang menciptakan kamu dan ibumu.
ALASAN III : Posisi dan lingkungan saya tidak membolehkan saya memakai jilbab.
Saudari ini mungkin satu diantara dua tipe: dia tulus dan jujur, atau sebaliknya, ia seorang yang membohongi dirinya sendiri dengan mengatasnamakan lingkungan pekerjaannya untuk tidak memakai jilbab. Kita akan memulai dengan menjawab tipe dia adalah wanita yang tulus dan jujur. “Apakah anda tidak tidak menyadari saudariku tersayang, bahwa wanita muslim tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah tanpa menutupi auratnya dengan hijab dan adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mengetahuinya? Apabila engkau, saudariku, menghabiskan banyak waktu dan tenagamu untuk melakukan dan mempelajari berbagai macam hal di dunia ini, bagaimana mungkin engkau dapat sedemikian cerobohnya untuk tidak mempelajari hal-hal yang akan menyelamatkanmu dari kemarahan Allah dan kematianmu?” Bukankah Allah SWT telah berfirman; “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui (QS An-Nahl : 43). Belajarlah untuk mengetahui hikmah menutup auratmu. Apabila kau harus keluar rumahmu, tutupilah auratmu dengan jilbab, carilah kesenangan Allah SWT daripada kesenangan syetan. Karena kejahatan dapat berawal dari pemandangan yang memabukkan dari seorang wanita.
Saudariku tersayang, apabila kau benar-benar jujur dan tulus dalam menjalani sesuatu dan berusaha, kau akan menemukan ribuan tangan kebaikan siap membantumu, dan Allah SWT akan membuat segala permasalahan mudah untukmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman; “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya..”(QS. AtTalaq :2-3). Kedudukan dan kehormatan adalah sesuatu yang ditentukan oleh Allah SWT. Dan tidak bergantung pada kemewahan pakaian yang kita kenakan, warna yang mencolok, dan mengikuti trend yang sedang berlaku. Kehormatan dan kedudukan lebih kepada bersikap patuh pada Allah SWT dan Rasul-Nya SAWW, dan bergantung pada hukum Allah SWT yang murni. Dengarkanlah kalimat Allah; “sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu..”(QS. Al-Hujurat:13).Kesimpulannya, lakukanlah sesuatu dengan mencari kesenangan dan keridhoan Allah SWT, dan berikan harga yang sedikit pada benda-benda mahal yang dapat menjerumuskanmu.
ALASAN IV : Udara di daerah saya amatlah panas dan saya tidak dapat menahannya. Bagaimana mungkin saya dapat mengatasinya apalagi jika saya memakai jilbab.
Allah SWT memberikan perumpamaan dengan mengatakan; “api neraka jahannam itu lebih lebih sangat panas(nya) jikalau mereka mengetahui..”(QS At-Taubah : 81). Bagaimana mungkin kamu dapat membandingkan panas di daerahmu dengan panas di neraka jahannam? Sesungguhnya saudariku, syetan telah mencoba membuat tali besar untuk menarikmu dari panasnya bumi ini kedalam panasnya suasana neraka. Bebaskan dirimu dari jeratannya dan cobalah untuk melihat panasnya matahari sebagai anugerah, bukan kesengsaraan. Apalagi mengingat bahwa intensitas hukuman dari Allah SWT akan jauh lebih berat dari apa yang kau rasakan sekarang di dunia fana ini. Kembalilah pada hukum Allah SWT dan berlindunglah dari hukuman-Nya, sebagaimana tercantum dalam ayat; “mereka tidak merasakan kesejukan di
dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah” (QS. AN-NABA 78:24-25). Kesimpulannya, surga yang Allah SWT janjikan, penuh dengan cobaan dan ujian. Sementara jalan menuju neraka penuh dengan kesenangan, nafsu dan kenikmatan.
ALASAN V : Saya takut, bila saya memakai jilbab sekarang, di lain hari saya akan melepasnya kembali, karena saya melihat banyak sekali orang yang begitu.
Kepada saudari itu saya berkata, “apabila semua orang mengaplikasikan logika anda tersebut, mereka akan meninggalkan seluruh kewajibannya pada akhirnya nanti! Mereka akan meninggalkan shalat lima waktu karena mereka takut tidak dapat melaksanakan satu saja waktu shalat itu. Mereka akan meninggalkan puasa di bulan ramadhan, karena mereka takut tidak dapat menunaikan satu hari ramadhan saja di bulan puasa, dan seterusnya. Tidakkah kamu melihat bagaimana syetan telah menjebakmu lagi dan memblokade petunju bagimu? Allah SWT menyukai ketaatan yang berkesinambungan walaupun hanya suatu ketaatan yang sangat kecil atau dianjurkan. Lalu bagaimana dengan sesuatu yang benar-benar diwajibkan sebagaimana kewajiban memakai jilbab? Rasulullah SAWW bersabda; “Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan mulia yang terus menerus, yang mungkin orang lain anggap kecil.” Mengapa kamu saudariku, tidak melihat alasan mereka yang dibuat-buat untuk menanggalkan kembali jilbab mereka dan menjauhi mereka? Mengapa tidak kau buka tabir kebenaran dan berpegang teguh padanya? Allah SWT sesungguhnya telah berfirman; “maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang di masa kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. AL BAQARAH 2:66). Kesimpulannya, apabila kau memang teguh petunjuk dan merasakan manisnya keimanan, kau tidak akan meninggalkan sekali pun perintah Allah SWT setelah kau melaksanakannya.
ALASAN VI : Apabila saya memakai jilbab, maka jodohku akan sulit, jadi aku akan memakainya nanti setelah menikah.
Saudariku, suami mana pun yang lebih menyukaimu tidak memakai jilbab dan membiarkan auratmu di depan umum, berarti dia tidak mengindahkan hukum dan perintah Allah SWT dan bukanlah suami yang berharga sejak semula. Dia adalah suami yang tidak memiliki perasaan untuk melindungi dan menjaga perintah Allah SWT, dan jangan pernah berharap tipe suami seperti ini akan menolongmu menjauhi api neraka, apalagi memasuki surga Allah SWT. Sebuah rumah yang dipenuhi dengan ketidak-taatan kepada Allah SWT, akan selalu menghadapi kepedihan dan kemalangan di dunia kini dan bahkan di akhirat nanti. Allah SWT bersabda; “dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS. TAHA 20:124). Pernikahan adalah sebuah pertolongan dan keberkahan dari Allah SWT kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Berapa banyak wanita yang ternyata menikah sementara mereka yang tidak memakai jilbab tidak?
Apabila kau, saudariku tersayang, mengatakan bahwa ketidak-tertutupanmu kini adalah suatu jalan menuju sesuatu yang murni, asli, yaitu pernikahan. Tidak ada ketertutupan. Saudariku, suatu tujuan yang murni, tidak akan tercapai melalui jalan yang tidak murni dan kotor dalam Islam. Apabila tujuannya bersih dan murni, serta terhormat, maka jalan menuju kesana pastilah harus dicapai dengan bersih dan murni pula. Dalam syariat Islam kita menyebutnya : Alat atau jalan untuk mencapai sesuatu, tergantung dari peraturan yang ada untuk mencapai tujuan tersebut. Kesimpulannya, tidak ada keberkahan dari suatu perkawinan yang didasari oleh dosa dan kebodohan.
ALASAN VII : Saya tidak memakai jilbab berdasarkan perkataan Allah SWT : “dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS.Ad-Dhuhaa 93: 11). Bagaimana mungkin saya menutupi anugerah Allah berupa kulit mulus dan rambutku yang indah?
Jadi saudari kita ini mengacu pada Kitab Allah selama itu mendukung kepentingannya dan pemahamannya sendiri ! ia meninggalkan tafsir sesungguhnya dibelakang ayat itu apabila hal itu tidak menyenangkannya. Apabila yang saya katakan ini salah, mengapa saudari kita ini tidak mengikuti ayat : “janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak daripadanya” (QS An-Nur 24: 31] dan sabda Allah SWT: “katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya..” (QS Al-Ahzab 33:59). Dengan pernyataan darimu itu, saudariku, engkau telah membuat syariah sendiri bagi dirimu, yang sesungguhnya telah dilarang oleh Allah SWT, yang disebut at-tabarruj dan as-sufoor. Berkah terbesar dari Allah SWT bagi kita adalah iman dan hidayah, yang diantaranya adalah menggunakan hijab. Mengapa kamu tidak mempelajari dan menelaah anugerah terbesar bagimu ini? Kesimpulannya, apakah ada anugerah dan pertolongan terhadap wanita yang lebih besar daripada petunjuk dan hijab?
ALASAN VIII : Saya tahu bahwa jilbab adalah kewajiban, tapi saya akan memakainya bila saya sudah merasa terpanggil dan diberi petunjuk oleh-Nya.
Saya bertanya kepada saudariku ini, rencana atau langkah apa yang ia lakukan selama menunggu hidayah, petunjuk dari Allah SWT seperti yang dia katakan? Kita mengetahui bahwa Allah SWT dalam kalimat-kalimat bijak-Nya menciptakan sebab atau cara untuk segala sesuatu. Itulah mengapa orang yang sakit menelan sebutir obat untuk menjadi sehat, dan sebagainya. Apakah saudariku ini telah dengan seluruh keseriusan dan usahanya mencari petunjuk sesungguhnya dengan segala ketulusannya, berdoa, sebagaimana dalam surah Al-Fatihah 1:6 “Tunjukilah kami jalan yang lurus” serta berkumpul mencari pengetahuan kepada muslimah-muslimah lain yang lebih taat dan yang menurutnya telah diberi petunjuk dengan menggunakan jilbab? Kesimpulannya, apabila saudariku ini benar-benar serius dalam mencari atau pun menunggu petunjuk dari Allah SWT, dia pastilah akan melakukan jalan-jalan menuju pencariannya itu.
ALASAN IX : Belum waktunya bagi saya. Saya masih terlalu muda untuk memakainya. Saya pasti akan memakainya nanti seiring dengan penambahan umur dan setelah saya pergi haji.
Malaikat kematian, saudariku, mengunjungi dan menunggu di pintumu kapan saja Allah SWT berkehendak. Sayangnya, saudariku, kematian tidak mendiskriminasi antara tua dan muda dan ia mungkin saja datang disaat kau masih dalam keadaan penuh dosa dan ketidaksiapan Allah SWT bersabda; “tiap umat mepunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (QS Al-An’aam 7:34] saudariku tersayang, kau harus berlomba-lomba dalam kepatuhan pada Allah SWT; “berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumu..”(QS Al-Hadid 57:21).
Saudariku, jangan melupakan Allah SWT atau Ia akan melupakanmu di dunia ini dan selanjutnya. Kau melupakan jiwamu sendiri dengan tidak memenuhi hak jiwamu untuk mematuhi-Nya. Allah mengatakan tentang orang-orang yang munafik, “dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri”(QS Al-Hashr 59: 19) saudariku, memakai jilbab di usiamu yang muda, akan memudahkanmu. Karena Allah SWT akan menanyakanmu akan waktu yang kau habiskan semasa mudamu, dan setiap waktu dalam hidupmu di hari pembalasan nanti.Kesimpulannya, berhentilah menetapkan kegiatanmu dimasa datang, karena tidak seorang pun yang dapat menjamin kehidupannya hingga esok hari.
ALASAN X : Saya takut, bila saya memakai jilbab, saya akan di-cap dan digolongkan dalam kelompok tertentu! Saya benci pengelompokan!
Saudariku, hanya ada dua kelompok dalam Islam. Dan keduanya disebutkan dalam Kitabullah. Kelompok pertama adalah kelompok / tentara Allah (Hizbullah) yang diberikan pada mereka kemenangan, karena kepatuhan mereka. Dan kelompok kedua adalah kelompok syetan yang terkutuk (hizbush-shaitan) yang selalu melanggar Allah SWT. Apabila kau, saudariku, memegang teguh perintah Allah SWT, dan ternyata disekelilingmu adalah saudara-saudaramu yang memakai jilbab, kau tetap akan dimasukkan dalam kelompok Allah SWT. Namun apabila kau memperindah nafsu dan egomu, kau akan mengendarai kendaraan Syetan, seburuk-buruknya teman.
Saudariku,
Jangan biarkan tubuhmu dipertontonkan di pasar para syetan dan merayu hati para pria. Model rambut, pakaian ketat yang mempertontonkan setiap detail tubuhmu, pakaian-pakaian pendek yang menunjukkan keindahan kakimu, dan semua yang dapat membangkitkan amarah Allah SWT dan menyenangkan syetan. Setiap waktumu yang kau habiskan dalam kondisi ini, akan terus semakin menjauhkanmu dari Allah SWT dan semakin membawamu lebih dekat pada syetan. Setiap waktu kutukan dan kemarahan menuju kepadamu dari surga hingga kau bertaubat. Setiap hari membawamu semakin dekat kepada kematian. “tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain dari kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali ‘Imran 3:185). Naikilah kereta untuk mengejar ketinggalan, saudariku, sebelum kereta itu melewati stasiunmu. Renungkan secara mendalam, saudariku, apa yang terjadi hari ini sebelum esok datang. Pikirkan tentang hal ini, saudariku, sekarang, sebelum semuanya terlambat !
Ditulis oleh: calon_akhwat pada Desember 08, 2008, 08:19:48 pm
Sumber oleh : Dr. Huwayda Ismaeel (terjemahan dari tulisan berbahasa Inggris)
http://forum.dudung.net/index.php?action=printpage;topic=13494.0
Honda Jazz di Seluruh Dunia Akan Ditarik
Efirst,
Honda akan menarik seluruh mobil Jazz yang diproduksi tahun 2001 sampai 2008. Honda menyatakan, terdapat kesalahan produksi yang bisa memicu kebakaran.
Keputusan penarikan ini muncul setelah sebuah Honda Jazz yang terbakar merenggut nyawa seorang balita berusia dua tahun bernama Vanilla Nurse di Afrika Selatan. Honda Inggris lalu mengeluarkan kebijakan menarik 171 ribu Jazz yang ada di negeri itu.
Honda Inggris, seperti diberitakan timesonline.co.uk, Jumat 29 Januari 2010, menyatakan akan menghubungi seluruh pemilik Honda Jazz. Honda menyatakan, tombol jendela di mobil itu bisa mengakibatkan hubungan pendek dan menimbulkan api jika terkena air. Kondisi ini kemungkinan besar berdampak atas 646 ribu Honda Jazz di seluruh dunia.
Penarikan ini muncul di saat pengguna Toyota juga dikhawatirkan dengan sejumlah kasus kematian karena kesalahan produksi. Di Amerika Serikat, muncul 19 laporan kematian akibat pedal gas Toyota terus tertekan sementara pengendara sudah menarik kakinya.
Bahaya Ponsel di Tangan Anak
Efirst,Dulu benda satu ini dianggap sebuah barang mewah dan bergengsi. Namun siapa sangka belakangan ini berubah menjadi bak kacang goreng, dijual murah dan laris manis di berbagai kalangan. Siapa pun bisa menikmatinya.
Sekarang handphone (HP) atau telepon genggam atau telepon seluler (ponsel), benar-benar berada dalam genggaman siapa saja. Tak hanya kalangan pebisnis kelas tinggi, pedagang kaki lima pun berponsel. Tak cuma yang berpenampilan necis dan perlente, yang berkoteka di pedalaman pun kini bisa akrab dengan handphone. Yang lebih parah lagi, anak-anak pun sekarang diasuh oleh ponsel. Padahal nyata-nyata banyak akibat negatif yang ditimbulkannya.
Ada seorang ibu yang gelisah menunggu putranya yang tak kunjung pulang dari sekolah. Padahal hari telah senja. Sejak tadi dihubunginya si anak lewat ponselnya, tapi tak juga terhubung. “Memang begitu anak-anak!” gerutunya, “Kita yang kasih ponsel, sulitnya kita menghubungi. Eh... giliran dia pergi sama kita, krang-kring krang-kring teman-temannya bisa saja menghubungi!”
Ada lagi ibu yang mengeluhkan, murid-murid berponsel di sekolah anaknya –sebuah sekolah dasar ternama di sebuah kota besar– mendapat kiriman gambar-gambar tak senonoh dari pengirim tak dikenal. Akhirnya jadi hebohlah kanak-kanak yang harusnya masih polos dan bersih ini.
Ini baru dua dampak negatif yang nyata-nyata terjadi. Inilah akibatnya jika benda semacam ini ada di tangan yang tidak semestinya. Di balik satu keuntungan yang ingin diperoleh –agar mudah menghubungi si anak di setiap waktu– ternyata berbagai kerusakan tersimpan. Apalagi seiring perkembangan spesifikasinya, fitur-fitur ponsel turut dikembangkan dan dibuat kian mudah.
Hubungan telepon yang makin mudah
Inilah yang mungkin pada awalnya dikehendaki oleh orangtua; agar mereka mudah menghubungi dan mengontrol anak-anak melalui telepon. Namun ternyata efek sampingnya lebih membahayakan, karena anak-anak juga makin mudah menghubungi teman-temannya tanpa bisa terawasi. Tidak terlalu sulit bagi anak menghapus daftar panggilan keluar, sehingga anak merasa ‘aman’ menghubungi teman-teman yang selama ini dilarang oleh orangtuanya. Akibatnya, justru bertambah sulit pengawasan terhadap anak dilakukan.
Apalagi anak-anak yang ‘baru gede’, fasilitas yang diberikan orangtua ini dapat membuka celah fitnah terhadap lawan jenis. Tanpa rasa malu anak-anak perempuan mengobrol dengan teman laki-laki mereka. Wal ‘iyadzu billah!
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullahu pernah ditanya tentang pembicaraan lewat telepon antara seseorang yang mengkhitbah (melamar) wanita dengan wanita yang dikhitbahnya (dilamarnya).
Beliau menjawab, “Pembicaraan antara orang yang mengkhitbah dengan wanita yang dikhitbahnya melalui telepon tidak mengapa jika hal ini dilakukan setelah khitbah ini diterima. Pembicaraan ini pun hanya dilakukan untuk saling memahami sekadar keperluannya, serta tidak ada fitnah antara mereka berdua. Namun bila hal ini dilakukan melalui perantaraan wali si wanita, maka ini lebih sempurna dan lebih jauh dari sesuatu yang mencurigakan.
Adapun pembicaraan (lewat telepon, pen.) yang terjadi antara pria dan wanita, maupun antara pemuda dan pemudi yang tidak terjadi khitbah di antara mereka, dan semata-mata untuk berkenalan –sebagaimana yang mereka katakan– maka ini perkara yang mungkar, haram dan menggiring ke arah fitnah serta bisa menjatuhkan pada perbuatan keji.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan janganlah kalian berlemah lembut dalam berbicara sehingga orang yang berpenyakit di hatinya memiliki keinginan terhadap kalian dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Maka seorang wanita tidak boleh berbicara dengan pria ajnabi (yang bukan mahramnya) kecuali karena suatu kepentingan, dengan ucapan yang baik, tidak mengandung fitnah maupun sesuatu yang mencurigakan.
Para ulama juga telah menyatakan bahwa seorang wanita yang berihram bertalbiyah tanpa mengeraskan suaranya. Di dalam hadits dikatakan pula:
إِذَا أَنَابَكُمْ شَيْءٌ فِي صَلاَتِكُمْ فَلْتُسَبِّحِ الرِّجَالُ وَلْتصفقِ النِّسَاءُ
“Apabila terjadi sesuatu dalam shalat kalian, hendaknya para laki-laki bertasbih dan para wanita menepukkan tangan.”
Ini termasuk dalil yang menunjukkan bahwa wanita tidak boleh memperdengarkan suaranya kepada laki-laki kecuali dalam keadaan-keadaan yang memang membutuhkan pembicaraan, disertai rasa malu.” (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, 2/605-606)
Musik
Yang satu ini tak lepas dari ponsel. Dalam ponsel yang paling sederhana pun tersedia nada dering musik meski dengan format yang juga sederhana. Lebih-lebih lagi yang canggih. Bahkan tersedia khusus seri ponsel musik dalam berbagai merek dan harga yang bervariasi, dilengkapi deretan album lagu yang siap didengar oleh siapa pun yang menginginkan.
Sayangnya, masih banyak kaum muslimin yang kurang atau bahkan tidak memerhatikan hal ini. Ketika ada panggilan masuk, yang terdengar tak hanya deringan, tapi alunan musik atau penggalan lagu. Allahul musta’an!
Masihkah kita bermudah-mudah dalam hal ini, sementara telah jelas bagi kita haramnya musik dan nyanyian?1 Tidakkah kita merasa khawatir termasuk orang-orang yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ...
“Sungguh nanti akan muncul di kalangan umatku orang-orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat musik....” (HR. Al-Bukhari no. 5590 dari sahabat yang mulia Abu ‘Amir Al-Asy’ari dan Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhuma)
Gambar-gambar makhluk bernyawa
Kini ponsel tak sekadar menyajikan tulisan, namun juga gambar. Yang menjadi masalah, tampil juga gambar-gambar makhluk bernyawa. Tak hanya dalam bentuk gambar biasa ataupun foto. Kini konten-konten yang memuat gambar-gambar makhluk bernyawa tersedia pula dalam bentuk animasi atau gambar bergerak. Bisa dalam bentuk game ataupun film kartun, semua bisa didapatkan dengan mudah oleh peminat. Dari yang riil hingga khayalan. Semua ini menambah minat pengguna, termasuk anak-anak. Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang dapat dimintai pertolongan menghadapi musibah seperti ini.
Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pernah memerintahkan untuk menghapus gambar-gambar bernyawa, sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu kepada Abul Hayyaj Al-Asadi, “Maukah engkau kuutus dengan apa yang dulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku? (Beliau mengatakan padaku):
أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Janganlah engkau biarkan gambar (makhluk bernyawa, pen.) kecuali engkau hapus dan jangan pula kau biarkan kubur yang ditinggikan kecuali kau ratakan.” (HR. Muslim no. 2240)2
Menyia-nyiakan waktu
Memegang ponsel di tangan, bagi anak-anak, bukan sebagai alat untuk mempercepat kerja atau mendukung aktivitas. Ponsel di tangan mereka tak ubahnya seperti mainan.
Waktu mereka banyak tersita untuk mengobrol atau berkirim sms dengan teman-teman tanpa suatu kepentingan yang mengharuskan. Belum lagi ketersediaan game yang kian menarik dan variatif, menambah kecanduan si anak. Apalagi berbagai konten bisa diunduh dengan relatif mudah dan murah.
Tidakkah kita ingat dengan peringatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu? Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, menukilkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang sebagian besar manusia terlena di dalamnya, kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari no. 6412)
Terkikislah sudah kenikmatan menghabiskan waktu luang dengan membaca Al-Qur’an. Bahkan mungkin bagi mereka, membaca Al-Qur’an adalah aktivitas yang menjenuhkan.
Nas’alullahas salamah! Betapa jauhnya keadaan anak-anak kita dengan anak-anak yang hidup dekat dengan masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mestinya kita meneladani mereka. Lihat bagaimana ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menuturkan tentang dirinya:
تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَنَا ابْنُ عَشْرِ سِنِيْن وَقَدْ قَرَأْتُ المُحْكَمَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ketika aku berumur sepuluh tahun, sementara aku telah menghafal ayat-ayat muhkam3.” (HR. Al-Bukhari no. 5035)
Betapa jauhnya keadaan kita dengan generasi awal umat ini. Kita membuat anak-anak sibuk dengan hal-hal yang kurang atau bahkan tidak bermanfaat, sementara mereka selalu menghasung dan menyibukkan anak-anak dengan ilmu agama. Kita mengenyangkan anak-anak dengan berbagai permainan dan kesia-siaan, sementara mereka selalu mengenyangkan anak-anak dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat bagaimana ‘Utbah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu berpesan kepada pendidik putranya, “Ajarilah dia Kitabullah, puaskan dia dengan hadits, dan jauhkan dia dari syair.” (Waratsatul Anbiya’, hal.30)
Dampak buruk bagi kesehatan
Bermain game dari sebuah ponsel adalah sebuah aktivitas yang mengasyikkan bagi anak-anak. Apalagi berbagai macam game terbaru bisa didapat dengan mudah. Tanpa terasa, anak-anak bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain game.
Sebenarnya ini perlu diwaspadai, karena penggunaan ponsel yang berlebihan disinyalir dapat memengaruhi tubuh manusia. Hal ini disebabkan oleh radiasi yang timbul dari gelombang elektromagnetik pada ponsel. Berbagai penelitian telah dilakukan dan menunjukkan adanya pengaruh radiasi ponsel dalam memicu timbulnya penyakit kanker. Bahkan para dokter mulai memperingatkan adanya bahaya ponsel bagi anak-anak.
Melihat kenyataan seperti ini, orangtua yang bijaksana tentunya akan menimbang-nimbang, sudah tepatkah jika anak-anak mereka memegang peranti teknologi yang satu ini? Anak-anak kita masih memerlukan banyak bimbingan. Akal mereka belum sempurna untuk memilah yang benar dan yang salah, yang boleh dilakukan dan yang harus ditinggalkan. Mereka juga masih begitu rentan sehingga berbagai risiko relatif mudah akan menimpa mereka.
Tidakkah lebih baik jika kita pilihkan segala sesuatu yang terbaik, bukan menurut anggapan kita, namun menurut bimbingan syariat?
Bukankah lebih baik jika kita jauhkan anak-anak dari segala sesuatu yang mengandung bahaya bagi mereka?
Itu semua untuk kebaikan mereka, di dunia dan di akhirat, dan itu berarti kebaikan pula bagi kita –orangtua mereka.
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seseorang meninggal, terputus seluruh amalannya kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Abu Dawud no. 2880, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Haramnya musik dan nyanyian ini telah dibahas secara lengkap dalam Majalah Asy Syari’ah Vol.IV/No.40/1429 H/2008, walhamdulillah. Silakan melihat kembali pembahasannya.
2 Pembahasan tentang haramnya gambar bernyawa telah dimuat secara berseri dalam Majalah Asy Syari’ah Vol.II/No. 21-23/1427 H/2006, walhamdulillah. Silakan menyimak pembahasan di sana.
3 Maksudnya ayat-ayat yang tidak dimansukh atau ayat-ayat yang bukan mutasyabih (samar maknanya).
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=891