Melestarikan Budaya, Bukan Sekadar Ritual Biasa

Oleh : Al Ustadz Ja’far Shalih

Indonesia sebagai sebuah negara muslim terbesar ternyata masih menyimpan sejumlah kebudayaan yang menurut kacamata agama sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai fundamental di dalam Islam. Lihat saja seperti acara Grebeg Suro yang setiap tahunnya selalu berulang di berbagai tempat di tanah air. Acara yang selalu diisi dengan pelepasan sesaji, kapala kerbau, nasi tumpeng atau yang lainnya ini menurut banyak kalangan “hanya sebuah ritual” atau “upaya melestarikan budaya leluhur”.


Padahal apabila setiap muslim mau mengevaluasi kembali dan mencocokkannya dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menurut pemahaman yang benar (shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in), pasti mereka akan mendapati dengan jelas penyimpangan yang nyata dari acara-acara tersebut terhadap syari’at yang suci ini.

Grebeg Suro berikut acara pelepasan sesajiannya dengan maksud apa pun adalah pelanggaran yang besar terhadap ajaran Islam. Umumnya para penyelenggara dan peserta berharap kepada Sang Pencipta bahwa dengan acara ini mereka diberi keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta maksud-maksud yang lainnya. Dan tidak sedikit juga -dari mereka- yang mengharapkan hal serupa dari para leluhur??! (KOMPAS 21.1.07).

Ritual lain yang tidak kalah hebat adalah upacara persembahan yang biasanya diadakan selang terjadinya suatu musibah gunung meletus, banjir, atau musibah lainnya, seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan ini di Porong Sidoarjo. Alih-alih mencetuskan teknologi mutakhir untuk menghentikan semburan lumpur panas, yang terjadi malah mengadakan upacara pemberian sesaji, sekian ekor kerbau rencananya akan dikurbankan guna menghentikan bencana nasional ini?! Belum lagi acara serupa yang mewarnai upaya pencarian korban penumpang KM Senopati Nusantara, Pesawat Adam Air dan serentetan musibah lainnya.

Di dalam Islam tidak dibenarkan (baca: haram) memberikan ibadah apapun kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam kondisi sempit maupun lapang. Ketika seseorang dalam keadaan terjepit seperti tertimpa musibah, penyakit atau yang lainnya atau dalam keadaan senang, sehat wal a’fiat, aman dan tentram. Kalau ada yang mengatakan “acara-acara tersebut diselenggarakan bukan dalam rangka ibadah!” Ketahuilah ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i Allah apakah berupa perkataan atau perbuatan yang terlahir maupun tersembunyi. Inilah pengertian ibadah menurut Islam.

Kapan suatu perbuatan tersebut dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala seperti ada perintah untuk mengerjakannya, diantara contohnya seperti berkurban, “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah”. (QS. Al Kautsar: 2), atau adanya pujian seperti berdoa, cemas, harap dan khusyu’ (khidmat), “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. (Qs. Al Anbiya’: 90) serta indikasi lainnya yang mengisyaratkan perbuatan tersebut adalah ibadah, maka haram hukumnya diperuntukkan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Maka janganlah kamu beribadah kepada yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di’azab”. (Qs. Asy-Syu’araa: 213). “Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Rabb kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan sesembahan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)”. (Qs. Al Israa’: 39).

Kembalinya kesyirikan kepada ummat seperti yang memfenomena di zaman ini persis seperti yang pernah dikabarkan Nabi yang mulia Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada salah satu sabdanya, “Tidak akan pergi siang dan malam sampai diibadahinya kembali Latta dan Uzza”.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah di dalam risalahnya Al Qawaidul Arba’ dan yang lainnya menerangkan bahwa kesyirikan yang terjadi di zaman ini lebih dahsyat daripada kesyirikan yang dahulu dilakukan oleh orang-orang musyrikin generasi pertama. Alasannya –menurut beliau- ada dua:

Yang pertama kesyirikan musyrikin terdahulu hanya pada kondisi aman, tentram tapi apabila mereka terjepit karena suatu musibah atau yang lainnya mereka tidak lagi menyeru apa dan siapa pun selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata dan lenyaplah dari mereka semua yang selalu mereka seru (ibadahi) selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala nyatakan di dalam Al Qur’an pada ayatnya, “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (Qs. Al Israa’: 67). “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa hanya kepada Allah semata; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah), (Qs. Al Ankabut: 65).

Sedangkan orang-orang sekarang kesyirikan mereka kontinyu di saat lapang dan susah. Di saat lapang mereka biasa menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan di saat susah kesyirikan mereka semakin menjadi-jadi. Apabila ada yang sakit mereka pergi ke dukun meyembelih ayam cemani, apabila ada bencana kepala kerbau adalah syarat yang tidak boleh ditinggalkan untuk sebuah persembahan. Hasbunallahu wani’mal wakiil.Yang kedua, kalau dahulu kesyirikan musyrikin generasi pertama hanya dalam perkara ibadah (uluhiyyah) saja dan untuk urusan rububiyyah (penciptaan, kepemilikan dan pengaturan) mereka memurnikannya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab:”Allah”. (Qs. Az-Zumar: 38). “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”. (Qs. Al Ankabuut: 61).

Sedangkan orang-orang sekarang kesyirikan mereka lengkap, dalam perkara uluhiyyah dan rububiyyah. Dalam perkara ibadah (uluhiyyah) mereka menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan dalam perkara rububiyyah mereka juga menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga kita mengenal ditengah-tengah mereka istilah “penguasa laut selatan”, “penunggu merapi” serta istilah lainnya yang menandakan kesyirikan mereka yang sampai kepada taraf rububiyyah, padahal Abu Jahal dan orang-orang musyrikin terdahulu tidak pernah sampai terjatuh ke dalamnya. “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Maidah: 120).

Banyak orang mulai menyadari bahwa musibah dan bencana yang silih berganti menimpa belakangan ini berkaitan erat dengan semakin maraknya kemaksiatan di berbagai tempat di tanah air, apa pun alasannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang menguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. (Qs. Al Ankabut: 40).

Sehingga banyak orang mulai mengingkari perzinaan, prostitusi, pornografi, korupsi, kolusi, judi, serta kemaksiatan lainnya. Tapi tragisnya sedikit saja yang mengingkari kesyirikan yang merebak di tengah-tengah ummat Islam, pemujaan-pemujaan kepada jin, kepercayaan-kepercayaan kepada dukun, tukang tenung, paranormal dan “orang pintar”.

Hal ini terjadi akibat rusaknya standar keimanan kebanyakan ummat Islam sehingga hatinya tidak lagi berfungsi dalam menilai sebuah penyimpangan. Sekedar contoh apabila kita membaca sebuah headline di surat kabar: “Seorang Anak Berzina dengan Ibu Kandungnya”, badan serasa bergetar dan hati menjadi kaget mengingkari kemaksiatan tersebut. Tapi apabila kita membaca pada sebuah kolom di salah satu harian yang beredar, “Mbah Marijan Memimpin Ritual Ke Puncak Merapi”, kebanyakan kita membacanya sebagai sebuah informasi yang menghibur. Padahal kesyirikan adalah dosa yang paling besar, pelaku kesyirikan terancam kekal di neraka jahannam dan dengan kesyirikan amalan ibadah sepanjang umur menjadi gugur serta kerugian-kerugian lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Qs. Lugman: 13). “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (Qs. Al Maidah: 72). “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:”Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (Qs. Az-Zumar: 65).

Apalagi ternyata kesyirikan adalah sumber utama terjadinya berbagai macam bencana. Bukankah bencana-bencana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala timpakan kepada ummat terdahulu adalah akibat dari penolakan mereka untuk meninggalkan kesyirikan?! “Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya, maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain (kami binasakan mereka sebagaimana yang lain). Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman. (Qs. Al Mu’minun: 44). “Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Qs. Maryam: 90-91).

Apabila kita telah mengetahui ini semua, masih pantaskah seorang muslim menganggap remeh dosa yang seperti ini ancaman dan akibatnya?! Dengan mengatakan “Sebagai upaya menjaga warisan leluhur”, atau “Ini adalah sumber devisa dalam bidang pariwisata”. Ketahuilah ini semua bukan sekedar ritual semata!! Tapi ritual yang akan berujung kepada kesengsaraan dunia dan akhirat kita. Wallahua’lam bis Shawab.

(Dikutip dari email Tim Ahlussunnah Jakarta, judul asli Bukan Sekedar Ritual, tulisan Al Ustadz Ja’far Shalih, Jakarta). Dinukil dari: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1147).

Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/06/06/melestarikan-budaya-bukan-sekadar-ritual-biasa/)

Pertarungan Mempertahankan Aqidah

GHOZIE YANG MALANG:
SEBUAH PERTARUNGAN MEMPERTAHANKAN AQIDAH


Ghozie seorang anak yang baik, terlahir dari keluarga sederhana konsisten dengan agama, pendidikan sekolah dasar diselesaikan seperti layakya anak-anak lain. Semangat keagamaan orangtuanya, dapat menghantarkan ia ke sebuah pesantren salafy (pesantren ‘wahaby’-demikian kebanyakan orang menyebutnya-) yang tentunya sangat berbeda dengan pesantren di Indonesia kebanyakan (Pondok Salaf). Enam tahun dijalani Ghozie tanpa mengalami kesulitan, ilmu agama yang ditanamkan kedua orang tuanya, bagaikan “akar pohon yang menancap kuat ke dalam tanah”, bahkan ia di kenal sebagai murid terbaik di kelulusan tahun itu. Singkat cerita, keinginannya untuk tetap melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, mendalami ilmu-ilmu agama (syar’i), seakan didengar oleh lembaga pendidikan pemberi beasiswa bagi mahasiswa berprestasi untuk melanjutkan studi di Timur Tengah atau di Asia Tenggara. Tangisan orangtua mengiringi kepergian Ghozie, harapan tinggi di letakkan di pundaknya, yang kelak akan menjadi pemurni aqidah, pembawa panji kebenaran Islam pemelihara aqidah islamiyyah yang telah terkotori dan tercampuri oleh bid’ah-bid’ah dan khurafat.



Setahun telah berlalu, Alhasil Ghozie tampil dengan sosok “baru”, visi dan misi baru, bersamaan dengan hancurnya aqidah suci yang selalu dipegangnya sebagai tolak ukur dalam beramal dan beribadah. Jadilah ajaran orang tua serta ‘atsar wahaby’ kenangan dimasa lalu, kawan-kawan tempat berbagi rasa, bersenda gurau, ternyata penyebab KEHANCURAN moral dan aqidah salafiyyah shohiehah yang ia yakini. Mengkritik “Kebenaran Mutlak” adalah hal biasa, pluralisme beragama menjadi wacana untuk diwujudkan, tampillah Ghozie bersama para pahlawan sekularisme sebagai ‘kawan karib’ pejuang post-radisionalisme di bawah naungan JIL “Jaringan Iblis Laknat” (Meminjam Istilah Penulis buku: Faham dan Aliran Sesat di Indonesia). Wal ‘Iyaadzu billaah



Kisah seperti ini sering terjadi di tengah masyarakat intelektual. Sadar atau tidak pergaulan sangat menentukan prilaku setiap orang. Kejadian yg dialami Ghozie seharusnya tidak terjadi jika setiap kita mampu memposisikan diri sebagai manusia berakal (dalam bimbingan al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahiehah) dan bukan meng-akal-akali “Pencipta Manusia” apalagi berani menggugat aturan suci langit (baca: syari’at), mampu menghargai kebebasan memahami Islam setiap orang dalam bingkai al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahiihah, tanpa harus intervensi dengan apa yang diyakininya dalam masalah furuu’iyyah. Namun, ketika diperhadapkan dengan masalah Ushuliyyah dan telah tegak dalil shahieh atasnya, tidak satupun yang berhak apalagi berani pasang dada untuk sebuah aturan yang telah ditetapkan oleh “Kebenaran Mutlak”, yakni Allah ‘Azza wa Jalla.



Kaitannya dengan itu pula, keseragaman Aqidah sebagai pondasi awal menjadi harga mati. Tidak ada bargaining yang bisa dikompromikan, sehingga tidak muncul upaya at-tasaamuh fil masaa’il al-‘ushuuliyyah (toleransi dalam masalah mendasar), dan tidak lahir perkataan: “silahkan anda berjalan dengan aqidah asy-‘Ariyyah anda, saya dengan Aqidah ash-Shahiehah saya, dan sejenisnya”, -wal ‘iyaadzu billaah- Sungguh, syubhat-syubhat seperti ini jangan pernah digulirkan untuk kemudian merusak kekokohan Aqidah Islamiyyah Shahiehah yang telah dicontohkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Aslaaful ‘Ummah selama ini. Jika tidak, maka apa yang dialami Ghozie, juga akan kita alami.



Saudaraku, dalam pergaulan sehari-hari, terkadang bahasa sindiran berupa candaan mampu merubah cara berislam seseorang disaat seseorang membaurkan diri bersama kita “Ngapain lho sholat Tuhan aja nggak pernah sholat” ujar seorang kawannya, “ nggak apa-apa kok menyebut Allah dengan Allah ni***jiim (Allah ter**tuk) dan syaitan dengan syaitan sub****hu wa ta***a (syaitan ma** s**i), lagian nggak ada masalah kok dalam penyebutan itu. Toh secara substansial, tidak berubah. Allah tetap maha Suci dan syaitan tetap terkutuk” timpal kawannya yang lain, (Na’udzubillah min dzalik).



Barangkali mereka telah lupa atau memang sengaja lupa bahwa orang-orang seperti mereka telah disinggung dalam Al-quran ibarat kaum munafiqien (la’natullah alaihim) yang selalu mengolok-ngolok Allah dan Rasul-Nya, firman Allah Ta’aala:



يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلْ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (التوبة64) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (التوبة65)



Terjemahnya:

“Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)”. sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (Q.S At-taubah: 64-65), dan balasan setimpal bagi mereka hanyalah azab dari Allah Ta’aala,



“…niscaya Kami akan mengazab golongan dari mereka disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa, (Q.S At-taubah 66).



Karenanya cara dan siasat dalam memilih dan memilah teman adalah hal yang utama dalam berta’awun, hal itu bukan saja berlaku bagi masyarakat awam bahkan kaum intelektual pun tak luput darinya. Al-qur’an sendiri telah memberi arahan dalam memilih teman yang baik, bisa membawa kepada ketaqwaan ataukah mengantarkan kepada perpecahan dan penyesatan yg nyata, Allah Ta’aala berfirman:



وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَالَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا (الفرقان27) يَاوَيْلَتِي لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا (الفرقان28) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنْ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولًا (الفرقان29)



Terjemahnya:

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang zhalim menggigit kedua tangannya, seraya berkata , ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an dan ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolongku, (Q.S Al-furqan 27-29).



Dalam ayat lain di sebutkan, Firman Allah Ta’aala:



”Teman-teman karib pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa, (Q.S Az-zukhruf: 67).



Seorang penyair berkata,



"إحذر عضوك مرّة وإحذرصديقك ألف مرّة"



(bencilah/berhati-hatilah kamu dengan musuhmu sekali saja dan bencilah/berhati-hatilah dengan sahabatmu seribu kali)



Di samping itu, pembekalan diri dengan pemahaman yang benar atas Alqur’an dan as-Sunnah ash-Shahiihah menjadi hal yang paling utama bagi setiap muslim. “Ritual-ritual keagamaan” WAJIB dikerjakan dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata, meskipun terkadang penyakit futur telah siap menanti ditengah jalan.



Memang berat menjaga aqidah suci ini dari hantaman luar dan dalam namun bukan berarti kita harus STOP ditengah jalan, jangan lupa dibalik semua itu ada imbalan besar bagi para pejuang aqidah.



والله أعلم بالصواب



Abu Daffa
Manado 2010
http://www.facebook.com/note.php?note_id=166422900043696&id=100000062037272

Merantaulah, anak-anakku

*Teruntuk anak-anakku yang tengah berjuang menuntut ilmu jauh dari kampung halaman*



Singa tak kan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang

Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak kan kena sasaran

Jika saja matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman

Orang-orang tak kan menunggu saat munculnya datang



Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang

Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan....



Orang pandai dan beradab tak kan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Pergilah 'kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih jika tidak dia 'kan keruh menggenang........



(Imam Asy-Syafi'i)

http://www.facebook.com/notes/aku-hanya-menyampaikan/merantaulah-anak-anakku/443470140949

Acara Tingkeban

Acara 3 bulanan), mitoni (nujuh bulanan) ibu hamil yg sering kita jumpai di tengah2 masyarkat adlh tradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yg ada didalam kandungan. Upacara ini biasa disebut Garba Wedana [garba : perut, Wedana : sedang mengandung].



Seorang mantan Pandita Hindu ditanya;

Pertanyaan : Apakah Telonan, Mitoni dan Tingkepan dari ajaran Islam ?
[Telonan : 3 bulan masa kehamilan, Mitoni dan Tingkepan : 7 Bulan masa kehamilan]

Jawab : Telonan, Mitoni dan Tingkepan yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarkat adalah teradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan). Upacara ini biasa disebut Garba Wedana [garba : perut, Wedana : sedang mengandung]. Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan Telonan, Mitoni, Tingkepan [terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46]

Intisari dari sesajinya adalah :
1. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip)
2. Sambutan, yaitu upacara penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) pada si jabang bayi
3. Janganan, yaitu upacara suguhan terhadap "Empat Saudara" [sedulur papat]
yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari [orang Jawa menyebut : kakang kawah adi ari-ari]

Hal ini dilakukan untuk panggilan kepada semua kekuatan-kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada Saudara Empat yang bersama-sama ketika sang banyi dilahirkan, untuk bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.

Sedangkan upacara terhadap ari-ari, ialah setelah ari-ari terlepas dari si bayi lalu dibersihkan dengan air yang kemudian dimasukkan ke dalam tempurung kelapa selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil atau guci. Ke dalamnya dimasukkah tulisan
"AUM" agar sang Hyang Widhi melindungi. Selain itu dimasukkan juga berbagai benda lain sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, dikanan pintu apabila bayinya laki-laki, dikiri pintu apabila bayinya perempuan.

Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan. Apa yang diperbuat kepada si bayi maka diberlakukan juga kepada Saudara Empat tersebut. Kalau si bayi setelah dimandikan, maka airnya juga disiramkan kepada kendil tersebut. (Kitab Upadesa, tentang ajaran-ajaran Agama Hindu, oleh : Tjok Rai Sudharta, MA. dan Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, cetakan kedua 2007)

Dikutip dari buku : Santri Bertanya Mantan Pendeta (Hindu) Menjawab
__________________________



*1. KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-5
Di Pekalongan, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1349 H / 7 September 1930 M.
Lihat halaman : 58.

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya melempar kendi yang penuh air hingga pecah pada waktu orang-orang yang menghadiri UPACARA PERINGATAN BULAN KE TUJUH dari umur kandungan pulang dengan membaca shalawat bersama-sama, dan dengan harapan supaya mudah kelahiran anak kelak. Apakah hal tersebut hukumnya haram karena termasuk membuang-buang uang (tabzir) ?

Jawab :
Ya, perbuatan tersebut hukumnya H A R A M karena termasuk tabdzir.



*2. KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA (NU) KE-7
Di Bandung, pada tanggal 13 Rabiul Tsani 1351 H / 9 Agustus 1932 M.
Lihat halaman : 71.

Menanam ari-ari (masyimah/tembuni) hukumnya sunnah. Adapun menyalakan lilin (lampu) dan menaburkan bunga-bunga di atasnya itu hukumnya H A R A M, karena membuang-buang harta (tabzir) yang tidak ada manfa'atnya.
Wallahu 'alam.


Sumber : Catatan al akh Anwar Baru Belajar
http://www.facebook.com/notifications.php#!/note.php?note_id=111135572262960&comments

Ritual Ibadah di Seputar Merapi

"Kyai Sapu Jagad, Empu Rama, Empu Ramadi, Krincing Wesi, Branjang Kawat, Sapu Angin,... yg semuanya penguasa di Gunung Merapi, kenduri wilujengan, macapatan..
Itulah bagian2 dari ritual Mbah Marijan ketika memimpin ritualnya
Apakah ini Islam? Apakah ini Syirik?


Referensi: http://regional.kompas.com/read/2010/07/13/08500098/Mbah.Marijan.Batal.Pimpin.Labuhan.Merapi

http://news.okezone.com/read/2009/07/24/1/241637/mbah-marijan-pimpin-labuhan-alit-di-gunung-merapi

Siapakah penunggu gunung Merapi?

Penduduk setempat mengatakan Eyang Merapi sebagai penunggunya.
Tapi siapakah sebenarnya Eyang Merapi itu? Menurut mbah Maridjan (73) oarng pintar setempat, Eyang Merapi adalah seorang raja sekaligus tokoh utama yang menjadi pimpinan seluruh lelembut penghuni Merapi. Tokoh kedua yang keberadaannya juga masyarakat setempat adalah Eyang Sapu Jagad.
Penunggu kawah Merapi inilah yang memegang kunci meledak atau tidaknya gunung tersebut. Makanya, demi menjaga kemarahannya, setiap tahun sekali Kraton Yogyakarta menyelenggarakan ritual labuhan yang di persembahkan kepadanya, termasuk kedua staffnya yakni Kyai Grinjing Wesi dan Kyai Grinjing Kawat. Tokoh ketiga adalah Eyang Megantara. Pemuka dedemit yang berdiam diri di puncak Merapi ini memilki kewenangan mengendalikan cuaca dan mengawasi sekitar kawasan Merapi.
Tokoh keempat adalah Nyi Gadung Melati, dia pemimpin dedemit wanita dengan ratusan pasukannya yang rata-rata berwajah manis serta berseragam busana warna hijau pupus pisang. Tugas pokoknya adalah menjaga kesuburan tanaman gunung. Tokoh kelima adalah Eyang Antaboga. Mahkluk dari bangsa jin ini mendapat tugas cukup berat karena harus selalu menjaga keseimbangan gunung agar tidak melorot tenggelam kedasar bumi.
Tokoh keenam Kyai Petruk. Pemuka jin ini bertugas memberi wangsit mengenai waktu meletusnya Merapi, termasuk juga memberi kiat-kiat tertentu kepada penduduk agar terhindar dari ancaman bahaya lahar panas Merapi. Dipundak jin inilah keselamatan penduduk tergantung. Sedang pemimpin roh halus ketujuh yang khusus mengatur arah angin adalah Kyai Sapu Angin.
Pemuka jin kedelapan yang tugasnya menjaga sembari mengatur teras keraton Merapi adalah Kyai Wola-Wali. Adapun Kartadimejo, tokoh kesembilan ini bertugas sebagai komandan pasukan mahkluk halus sekaligus menjaga ternak serta satwa gunung, termasuk memberi kepastian kepada penduduk tentang kapan tepatnya Merapi meletus. Jin terakhir ini kerap mendatangi penduduk sehingga namanya cukup terkenal di kalangan penduduk Merapi.
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=876669&page=52

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
“Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru...... itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.”
(QS.Al-Isra:56-57)

“Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syura:21)

“Dan di antara manusia ada yang menjadikan sekutu-sekutu selain Allah, mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat cinta kepada Allah.”
(QS. Al-Baqarah:165)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun"[ ...Al-Maa'idah: 72]

Syirik Menghapuskan Pahala Segala Amal Kebaikan.

Allah Azza wa Jalla berfirman.
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan"[Al-An'aam: 88]

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi"[Az-Zumar: 65]


JENIS-JENIS SYIRIK

Syirik Ada Dua Jenis : Syirik Besar dan Syirik Kecil.

[1]. Syirik Besar
Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat daripadanya.

Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.

Syirik Besar Itu Ada Empat Macam.

[a]. Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya. [QS. Al-Ankabut: 65]

[b]. Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala [QS. Huud: 15-16]

[c]. Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah [QS. At-Taubah: 31]

[d]. Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan. [QS. Al-Baqarah: 165]

[2]. Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada syirik besar.

Syirik Kecil Ada Dua Macam.

[a]. Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
" Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik"[HR. At-Tirmidzi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari 'Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma. Al-Hakim berkata: "Hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim". Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.]

Qutailah Radhiyallahuma menuturkan bahwa ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu mengucapkan: "Atas kehendak Allah dan kehendakmu" dan mengucapkan: "Demi Ka'bah". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para Shahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, "Demi Allah Pemilik Ka'bah" dan mengucapkan: "Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu"[Lihat HR. An-Nasa'i (VII/6) dan Amalul Yaum wal Lailah no. 992, al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata dalam al-Ishaabah (IV/389 ). Hadits ini shahih, dari Qutailah Radhiyallahu 'anhuma, wanita dari Juhainah Radhiyallahu anha. Lihat Fat-hul Majiid Syarh Kitabit Tauhid (bab 41 dan 43), lihat juga di Silsilah al-Ahaadits as-Shahiihah (no. 2042).]

Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan.
"Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan"
Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah.
"Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan"

Kata (kemudian) menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.[Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam surat at-Takwir: 29]

[b]. Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar orang) dan lainnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. "Mereka (para Shahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?" .Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Yaitu riya'"[HR. Ahmad (V/428-429) dari Shahabat Mahmud bin Labid Radhiyallahu 'anhu. Berkata Imam al-Haitsami di dalam Majma'uz Zawaa'ij (I/102This emoticon has been enhanced by Facicons "Rawi-rawinya shahih". Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam Mu'jamul Kabiir (no. 4301), dari Shahabat Rafi¡' bin Khadiij Radhiyallahu 'anhu. Imam al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaa-ij (X/222) berkata: "Rawi-rawinya shahih" Dan hadits ini dihasankan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Bulughul Maram. Dishahihkan juga oleh Syaikh Ahmad Muham-mad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 23521 dan 23526).]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas]


Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh dalam "Fath Al Majid" berkata :
"Banyak orang yg keliru dalam memahami hadits 'Barang siapa yg mengucapkan [Laa ilaaha illallaah], maka ia akan masuk surga'. Mereka mengira bahwa dengan melafazhkan kalimat...... itu berarti cukup untuk menyelamatkannya dari api neraka dan masuk surga. Padahal sebenarnya tidaklah demikian.

Orang yg mengira seperti itu berarti ia telah terpedaya dan tidak mengerti makna [Laa ilaaha illallaah], karena dengan demikian berarti ia tidak menghayatinya.

Makna yang sebenarnya adalah, melepaskan diri dari setiap sesembahan dan bersungguh2 dalam mengkhususkan diri dengan semua jenis ibadah hanya untuk Allah semata serta melaksanakan ibadah2 tersebut sesuai dengan cara yang dicintai dan di ridhaiNya.

Orang yg belum melaksanakan hak ibadah tersebut, atau hanya melaksanakan beberapa jenis saja, kemudian beribadah pula kepada selain Allah dengan cara berdoa kepada para wali dan orang2 shalih serta bernadzar kepada mereka dan sejenisnya, berarti orang semacam ini telah menghancurkan ibadahnya itu sendiri.Maka pernyataanya tentang [Laa ilaaha illallaah] tidak lagi berguna baginya.

Seandainya cukup hanya dengan mengucapkannya, tentu kaum musyrikin tidak pernah diperangi oleh Nabi Shallallhu 'alaihi wa sallam dan tidak akan di musuhi.

Allah subhanahu wa ta'alaa telah berfirman "maka ketahuilah, bahwa tiada sesembahan (yang hak) selain Allah" (QS. Muhammad ayat 19). Allah juga menyebutkan "Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya..." (QS. Al Mu'min ayat 65)

Jadi orang yang tidak mengamalkannya dan melakukan hal2 yang bertolak belakang dengannya, maka sekedar mengucapkannya/melafazhkannya itu tidaklah berguna sama sekali.

Setiap orang yang melakukan suatu ibadah untuk selain Allah, maka ia tidak tahu makna [Laa ilaaha illallaah] atau ia berdusta ketika menyatakan keimanan dalam hatinya.
Mereka itulah orang2 yang terpedaya dan tidak berguna semua amalnya, yaitu yang sesat usahanya di dalam kehidupan dunia, sementara mereka mengira bahwa mereka telah melakukan kebaikan. Na'uudzu billaahi min dzaalik.

[Sumber : Kitab Fathul Majid, Bab "Keistimewaan Tauhid dan dosa2 yg diampuni karenanya", Hal 57]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Aku tinggalkan kalian di atas (jalan) yang putih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalku yang berpaling darinya melainkan ia (akan) binasa….”[SHAHIH. HR Ibnu Majah (1/16 ......no. 43) dan lain-lain, dari hadits Al-Irbadh bi...n Sariyah Radhiyallahu ‘anhu..Ini lafazh dalam Sunan Ibnu Majah. Lihat juga As-Silsilah Ash-Shahihah (2/610 no. 937)]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
Berkata Abu Dzar: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidak tertinggal sesuatupun yang mendekatkan (kamu) kesurga dan menjauhkan (kamu) dari neraka, melainkan sesungguhnya telah dijelaskan kepada kamu.” (SHAHIH, HR Imam Ath Thobroni di kitab nya al Mu’jamul Kabir. (2/166 no. 1647)

Nama2 yang disebut, seperti :

Eyang Merapi, Eyang Sapu Jagad, Kyai Grinjing Wesi, Kyai Grinjing Kawat, Eyang Megantara, Nyi Gadung Melati, Eyang Antaboga, Kyai Petruk, Kyai Sapu Angin, Kyai Wola-Wali, Kartadimejo, Empu Rama, Empu Ramadi,Sapu Angin, Mbah Lembang Sari, Mbah Nyai Gadhung Wikarti, dan Kyai Megantoro.. dan.. siapa lagi ya..

kemana saja tokoh2 lelembut/dedemit/jin penguasa merapi yang ditakuti kraton itu? bisakah mereka menyelamatkan korban merapi?

Itulah salah satu penyebab kenapa ana murtad dari "agama" jawa. Terlalu banyak lini2 kemusyrikan disana.

Padahal org musyrik itu, biar ia shalat 5 waktu, puasa ramadhan full, zakat, infaq, shodaqoh, naik haji 10 kali, IA TETAP KEKAL ABADI DI ...NERAKA. Hapuslah semua amalan2 ibadah mereka.

Dalil2 firman Allah subhanahu wa ta'ala diatas telah jelas bukan?

Bayangkan, betapa banyaknya orang2 islam jawa "kejawen" yg akan kekal dineraka (jika mereka tdk taubat sebelum maut menjemputnya). Ini disebabkan karena kepercayaan dan keyakinan mereka membuat mereka telah mempersekutukan Allah dgn sesuatu (demit2 merapi tsb).
Allahul musta'an.

Jika ada yg berkata, "lho, org2 kejawen itu bukan beragama islam kok".
Ya udah, kita jawab, "ooo, kalau begitu mereka kafir!, TETEP KEKAL DINERAKA". Selesai. Beres kan?

Orang kafir tidak akan masuk surga, meskipun kebaikannya banyak
Firman Alah Ta'ala :

مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ

"Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh." (Ibrahim: 18)

Firman Allah Ta'ala:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (Ali-'Imran: 19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali-'Imran: 85)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Dahulu seorang nabi diutus khusus hanya kepada kaumnya, tetapi aku diutus kepada segenap manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

"Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat ini yang mendengarkan akan kenabianku, baik ia itu seorang Yahudi maupun Nasrani. Jika kemudian ia tidak beriman kepadaku, maka ia tergolong ke dalam penghuni neraka.” (HR. Muslim, Ibnu Mundah dan lainnya, lihat Ash-Shahihah: 157).

catatan :
Di salah satu berita dikabarkan bhw Mbah Marijan tewas dlm keadaan sujud di kamar mandi (?!)
http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/32735/mbah-maridjan-wafat-dalam-posisi-sujud

Bukankah kita dilarang shalat di kamar mandi?
Dari Abu Sa’id Al-Khudry, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seluruh bagian bumi adalah masjid, kecuali kuburan dan kamar mandi’.” (Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah, Abu Daud, dan Tirmidzi)

Diberita lain juga disebutkan bhw sujudnya Mbah Marijan ke arah selatan.
http://video.vivanews.com/read/11573-mbah-maridjan-meninggal-dalam-posisi-sujud

Bukankah qiblat menghadap ke Barat atau Barat Laut? Bukankah selatan adalah arahnya Laut Selatan atau Kraton?

Ana sbg seorg mukmin menilai dari zhahirnya, dan utk perkara2 yg ghaib tidak berani memutuskan atw menyimpulkan, semua ana serahkan kpd Allah Rabb Semesta Alam.

Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat....

Di ambil dari :
http://www.facebook.com/negara.tauhid
http://www.facebook.com/rostiyan

DIALOG BERSAMA KAUM SUFI [Silsilah Jawaban Ilmiah Terhadap Sufi - Tasawuf - Tarekat, Bagian 2]

بسم الله الرحمن الرحيم

DIALOG BERSAMA KAUM SUFI [Bagian 2]
Oleh: Abu Bakar Al-Iraqy


Buku-buku maulid (MASALAH KETIGA)

Sufi berkata: 'Sesungguhnya kalangan wahabi mengharamkan membaca kitab 'Dalail al-Khairaat', demikian pula 'Raudh ar-Rayyahin' dan buku-buku maulid lainnya, mereka mengharamkan membacanya padahal di dalamnya mengandung pujian kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam.

Aku menjawab: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya tidak mengharamkan membaca buku-buku ini, beliau hanya melarang disibukkan dengannya dan meninggalkan Kitabullah dan sunnah rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam.

Baik, Syaikh rahimahullah telah melakukan, sungguh kamu –wahai kaum sufi- telah mengganti bacaan 'dalailul khairat' dengan meninggalkan membaca Kitabullah. Dan di dalam 'Dalailul khairat' terhadap iftiraa (yang dibuat-buat) dan kebohongan di atas lisan Rasulullah r dan salafus shalih, dan sungguh telah dipenuhi dengan hadits-hadits maudhu' dan bohong.

Demikian pula yang dinamakan 'Raudhu ar-Rayyahiin' dan lebih pantas dinamakan raudhu asy-syayathin dan melebihi atasnya 'Mujarrabat ad-diyarbi' yang lebih mereka utamakan atas kitab 'ath-Thibb an-Nabawi' karya Ibnul Qayyim. Dan 'ar-Raudh al-Fa`iq, Majalis al-'Ara`is, Maulid Ibnu Hajar, Mawaj Ibnu Abbas. Mayoritas kaum sufi merasa cukup dengan buku-buku berbahaya ini, yang dikumpulkan di antara yang keji, maudhu', bid'ah, dan mendorong atasnya dengan memalsukan hadits-hadits baginya. Dan mereka meninggalkan buku-buku hadits yang dijadikan pegangan seperti ash-Shahihain, Sunan, al-Muwaththa`, al-Musnad, dan yang lainnya dari kitab-kitab hadits yang penuh dengan hadits-hadits yang bersinar dengan sunnah Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam.

Berikut ini adalah sebagian contoh dari kitab-kitab mereka yang telah disebutkan:

Pengarang buku 'Majalis al-'Arais' menyebutkan sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan bumi di atas tanduk sapi dan sesungguhnya melebarnya lautan dan pulau-pulaunya disebabkan nafas sapi, dan sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan arsy di atas air, lalu bergerak, lalu Dia Ta'ala menciptakan ular, maka ia menoleh di sekitar arsy, lalu ia diam.

Adakah kebohongan lagi setelah kebohongan ini, wahai kaum sufi, apakah kamu tidak berakal?

Adapun pengarang ar-Raudhu al-Fa`iq yang dinamakan 'Huraifisy', ia menyebutkan segala yang gharib (aneh), ajib (luar biasa), dan khurafat yang melebihi pengarang al-Majalis. Huraifisy berkata, 'Dari Abu Said al-Maghribi imam masjid al-Khasysyabain di Bashrah, sesungguhnya ia pergi menunaikan ibadah haji, sedang dia tetap melaksanakan shalat lima waktu di masjidnya, tidak terputus darinya sedikitpun. Dan ia menyebutkan hikayat yang panjang dalam kisah ini. Apakah orang ini berpikir, yang mempunyai akal dan agama, bagaimana mungkin ia berhaji dan dia tetap melaksanakan shalat di masjidnya di Bashrah. Apakah terjadi keanehan yang bohong ini bagi Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam.

Dia menyebutkan pula: sesungguhnya Qadhib al-Ban yang dikubur di Musoul di wilayah Iraq telah melayani seorang syaikh selama 40 tahun. Lalu syaikh itu mengabarkan kepadanya tiga hari sebelum wafatnya bahwa ia akan mati di luar agama islam, padahal dia adalah syaikh yang disangka. Qadhib al-Ban pembantunya bertanya: Bagaimana engkau mengetahui hal itu? Ia menjawab: 'Aku telah melihat di lauhul mahfuzh, maka aku mendapatkan hal itu. Dan dia menyebutkan cerita yang panjang. Maka inilah sebagian hikayat Huraifisy.

Buku-buku maulid tidak kalah beraninya terhadap Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. Disebutkan dalam salah satu buku ini, dari Abu Bakar, dari Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam, beliau bersabda: Barangsiapa yang berinfak satu dirham pada maulid, maka ia seolah-olah berhaji 70 kali haji. Apakah ungkapan batil ini pernah diucapkan Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam? Apakah maulid sudah dikenal di masa kenabian dan khilafah rasyidah serta di abad yang utama? Demi Allah, tidak. Bahkan ia merupakan bid'ah-bid'ah bani Fathimiyah.

Hati-hatilah, wahai saudaraku seagama dari membaca buku-buku beracun ini atau membelinya. Berpeganglah dengan Kitabullah dan sunnah rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam, ambillah dari sumbernya yang diperpegangi dari kitab-kitab hadits yang masyhur seperti Shahihain, Sunan, Masanid, Mushannafaat, Muwaththaath dan kitab-kitab hadits lainnya yang mu'tabar. Sesungguhnya buku-buku itu sudah cukup bagimu daripada buku-buku beracun.

Di antara buku-buku yang bermanfaat dalam bab ini adalah 'Jala`ul afhaam fi ash-shalati wa as-salami 'ala khairil anam' karya Ibnu al-Qayyim, 'al-Azkaar' dan 'Riyadh ash-Shalihin' karya an-Nawawi, 'asy-Syifa bi ta'rif huquq al-Mushthafa' karya Qadhi 'Iyadh, dan 'al-Kalim ath-Thayyib' karya Ibnu Taimiyah. Semoga Allah Ta'ala memberi rahmat kepada mereka semua.



Maulid Nabi shallallahu'alaihi wa sallam (MASALAH KEEMPAT)

Sufi berkata: Kenapa kaum Wahabi mengatakan bahwa merayakan maulid nabi hukumnya bid'ah? Padahal perayaan maulid merupakan salah satu bentuk merealisasikan kecintaan kepadanya shallallahu'alaihi wa sallam.

Aku menjawab: Kaum Wahabi selalu menjaga perintah Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dan larangannya. Karena itulah kami bertanya kepada kaum sufi, apakah Nabi shallallahu'alaihi wa sallam pernah merayakan maulidnya, atau menyuruh dengannya, atau mendorong atasnya, atau berwasiat kepada orang yang sesudahnya dengan merayakan malam maulidnya. Apakah para khilafah rasyidah merayakan yang kita disuruh berpanutan kepada mereka semua, di mana Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِيْنَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

"Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku, gigitlah atasnya dengan gigi geraham." HR. ahlus sunan.

Dan apakah tiga generasi utama juga merayakannya, yang Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda tentang tiga abad tersebut:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

"Manusia yang terbaik adalah yang ada di abadku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka." Muttafaqun 'alaih.

Sesungguhnya mereka semua tidak pernah melaksanakan peringatan malam maulid, sedangkan mereka adalah orang-orang yang memiliki iman yang benar dan aqidah yang bersih.

Dan sesungguhnya bid'ah yang buruk ini yaitu bid'ah merayakan maulid dibuat-buat oleh bani Fathimiyah yang syi'ah, seperti maulid imam Ali bin Abi Thalib, maulid az-Zahra`, Imam al-Qa`im, dan di antaranya adalah maulid Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya perayaan ini pada malam dua belas Rabiul Awal adalah permulaan bid'ah yang tidak ada dasarnya dari al-Qur`an atau sunnah atau perbuatan salah seorang salafus shalih, dan sesungguhnya ia terjadi belakangan.

Imam al-Fakihani berkata: Berulang kali pertanyaan jama'ah tentang berkumpul yang dilakukan sebagian orang di bulan Rabiul Awal dan mereka menamakannya maulid, apakah ada dasarnya di dalam agama? Mereka mencari jawaban atas hal itu. Maka aku berkata: semoga Allah Ta'ala memberi taufik: aku tidak mengetahui bagi maulid ini dasar dari al-Qur`an dan sunnah, serta tidak diriwayatkan melaksanakan dari seorang ulama umat yang mereka merupakan panutan dalam agama, yang berpegang teguh dengan peninggalan para pendahulu, bahkan ia merupakan bid'ah yang dibuat oleh orang-orang batil dan nafsu syahwat yang diperhatikan oleh orang-orang yang suka makan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, 'Dan demikian pula diciptakan oleh sebagian manusia –bisa jadi karena menyerupai kaum nashrani dalam merayakan kelahiran Isa 'alaihissalam dan bisa jadi karena cinta dan membesarkan Nabi shallallahu'alaihi wa sallam- berupa menjadikan hari lahirnya sebagai hari raya padahal manusia berbeda pendapat tentang hari lahirnya. Sesungguhnya hal ini tidak pernah dilakukan oleh salafus shalih. Jika merupakan kebaikan murni atau lebih niscaya kaum salaf lebih berhak dengannya daripada kita. Sesungguhnya mereka lebih mencintai dan mengagungkan dalam mutaba'ahnya, taat kepadanya, mengikuti perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara lahir dan batin, menyebarkan yang dia r dibangkitkan dengannya, berjihad atas hal itu dengan hati, tangan, dan lisan. Sesungguhnya hal ini adalah jalan orang-orang yang terdahulu dari kalangan muhajirin dan anshar serta yang mengikuti mereka dengan kebaikan.

Para pengikuti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab tidak mengatakan hal ini tentang maulid tanpa dalil dan ittiba', bahkan telah mendahului mereka orang yang lebih dari mereka dari sisi ilmu dan taqwa dari generasi salafus shalih rahimahumullah.

Dan sesungguhnya yang terjadi dalam perayaan maulid di masa sekarang membuat bulu kuduk merinding, berupa bercampurnya perempuan dengan laki-laki, menyaringkan suara, anasyid, syair-syair yang diharamkan yang mengandung syirik, tawassul, dan istighatsah kepada selain Allah Ta'ala, dan bagi yang ingin mendapat penjelasan lebih, maka murja'ahlah kitab-kitab berikut ini:

1. Risalah karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah dalam hukum merayakan maulid.

2. al-Qaul al-Fash fi hukm al-ihtifal bi maulid khairi ar-rusul karya Syaikh Ismail al-Anshari.

Dan yang lainnya dari buku-buku para imam salaf dan para pengikut dakwah tauhid rahimahumullah ta'ala.

http://www.islamhouse.com/files/id/ih_books/single/id_dialogue_with_the_sufi.doc

DIALOG BERSAMA KAUM SUFI [Silsilah Jawaban Ilmiah Terhadap Sufi - Tasawuf - Tarekat, Bagian 1]

بسم الله الرحمن الرحيم


DIALOG BERSAMA KAUM SUFI [Bagian 1]
Oleh: Abu Bakar Al-Iraqy


Nasehat dan harapan sebelum memulai dialog


Nasehatku kepada setiap muslim yang ingin dan cemburu terhadap agama dan akidahnya agar membaca buku-buku Syaikhul Islam Imam Muhammad bin Abdul Wahab –rahimahullah-, dan bersambung dengan murid-murid dakwahnya yang sangat banyak –segala puji bagi Allah Ta'ala-. Kemudian setelah itu mengambil keputusan terhadap dakwahnya yang penuh berkah dan para dai kepadanya.

Saudaraku seagama, dahulu aku adalah seorang murid di sekolah agama (islam) di kota kami, dan syaikh di sekolah –dia seorang sufi thariqat (aliran) Qadiriyah- berbicara kepada kami tentang Syaikh dan dakwahnya yang bertentangan dengan kebenaran dan hakikat. Dia melarang kami membaca buku-bukunya dan buku-buku Syaikhul Islam dan muridnya Ibnul Qayyim –rahimahumullah-. Sehingga dia melukis kepada kami gambaran yang disamarkan bagi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Dia selalu menggunakan ungkapan 'Wahabi' untuk membuat orang menjauhkan diri, dan ia berkata bahwa ia adalah mazhab kelima yang keluar dari mazhab islam.

Sungguh Allah Ta'ala mentaqdirkan saya melanjutkan pendidikan di Jami'ah al-Islamiyah (Islamic Universiti) di Madinah al-Munawwarah pada fakultas Syari'ah. Maka aku melihat kebalikan apa apa yang telah kudengar dari guru-guru yang jahat. Aku melihat para tokoh dakwah tauhid adalah orang-orang yang berilmu, ahli al-Qur`an, orang yang baik dan berkah, berpegang kepada al-Qur`an dan sunnah rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam, berpegang teguh terhadap ajaran Islam, dan memandang diri mereka sebagai pelayan Islam dan dakwah tauhid yang penuh berkah.

Dan setelah aku lulus dari Universitas pada tahun 1397 H, Allah Ta'ala menghendaki aku bertugas sebagai imam, khathib, dan penceramah di salah satu masjid penting di kota kami. Maka aku melihat bid'ah tersebar di dalam masjid di antara shaf orang yang shalat, maka aku memulai –dengan meminta pertolongan kepada Allah Ta'ala- merubahnya dengan cara yang hikmah dan nasehat yang baik.

Tindakan ini membuat para ahli bid'ah, ulama jahat dan fitnah berkata: fulan wahabi dan berdakwah kepada mazhab wahabi, karena dia seorang alumni Saudi hingga akhir ucapan mereka yang tidak dimaksudkan kecuali kebatilan. Sebagaimana dikatakan : 'Seringkali kali yang berbahaya itu memberi manfaat' maka aku berjanji kepada Allah Ta'ala untuk menjadi salah seorang pelayan dakwah tauhid dan aku tidak takut pada jalan Allah Ta'ala ini: terhadap celaan orang yang mencela. Aku menekuni kitab-kitab tauhid, kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan Muhammad bin Abdul Wahab rahimahumullah. Dan aku banyak membaca biografi Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, terutama pendiriannya terhadap fitnah pemahaman sesat: bahwa al-Qur'an al-Karim adalah makhluk, padahal Al-Qur'an adalah KALAMULLAH. Maka hal itu sangat memberi pengaruh positif terhadap kehidupanku, yang mengembalikannya kepada tauhid yang murni dan islam yang bersih. Segala puji bagi Allah Ta'ala Rabb semesta alam.

Dan setelah itu aku menjadi salah seorang murid dakwah yang berdakwah kepadanya. Dengan karunia Allah Ta'ala, masuk di dakwah ini jumlah yang banyak dari para pemuda, orang tua, wanita, dan laki-laki. Maka mereka menjadi orang-orang yang mencintai dakwah dan meninggalkan masa lalu mereka dari persoalan jahiliyah. Segala puji bagi Allah Ta'ala yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.





Permulaan dialog (masalah pertama)

Sufi berkata: engkau adalah wahabi, pengikut mazhab kelima, kamu tidak mengakui empat mazhab, dan tidak melihat adanya ijtihad. Bahkan kaum wahabi berdiri di sisi nash dan tidak terkait dengan mazhab tertentu.

Aku menjawab: pertama-tama aku mengenalkan kepadamu pengertian wahabi. Wahabi adalah sandaran yang tidak tepat, karena syaikh Abdul Wahab bapak pembaharu dakwah bukanlah yang melaksanakan dakwah tauhid. Yang melaksanakannya adalah putranya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah. Karena seharusnya dinisbahkan kepadanya, maka dikatakan: dakwah muhammadiyah sebagai gantian wahabiyah karena itulah nisbah yang benar. Akan tetapi musuh-musuh dakwah memalingkan kenyataan untuk membuat orang lari, lalu mereka menyandarkannya kepada bapak, bukan kepada anak, karena adanya tujuan tertentu dalam jiwa mereka.

Terkadang dakwah dinisbahkan kepada bapak atau kakek, sebagaimana dikatakan asy-Syafi'iyah, atau al-Hanbaliyah, dan ini tidak ada celaan padanya dan nisbah dakwah tauhid kepada Syaikh Abdul Wahab juga seperti itu.

Akan tetapi apakah makna wahabiyah? Al-Wahhab adalah salah satu dari nama-nama Allah Ta'ala yang indah (asma`ul husna) yang artinya adalah: Yang Maha Pemberi, maka ia adalah pemberian nama yang penuh berkah yang disandarkan kepada salah satu asma`ul husna (al-Wahhab). Maka al-Wahhabiyah atas pengertian ini berarti pemberian yang memberi kepada manusia aqidah yang selamat (benar) dan memberikannya jalan atas dasar al-Qur`an dan as-Sunnah serta perjalanan para salafus shalih, dan memberi rasa yaitu aman dalam aqidah yang bersih lagi kosong dari syirik, sihir dan dajal.

Adapun pernyataan bahwa wahabi adalah mazhab yang kelima, maka ungkapan itu ditolak oleh realita dan logika, karena sesungguhnya Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahab) rahimahullah di dalam ushul dan aqidah di atas aqidah salafus shalih –radhiyallahu 'anhum ajma'in-, dan di dalam furu' (fiqih) di atas mazhab imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal –rahimahullah- dan dia tidak keluar dari mazhabnya dalam persoalan furu' seperti keluarnya Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyah –rahimahullah- sekalipun keduanya sama-sama berijtihad dalam beberapa masalah berbeda dengan mazhab. Dan hal itu terjadi saat jelas baginya dalil yang berbeda dengan mazhab, maka ia mengambilnya karena mengikuti kebenaran dan berpegang terhadap dalil. Kitab-kitab dan risalah-risalahnya menjadi bukti atas semua itu. Dan sesungguhnya dia mengakui semua mazhab ahlus sunnah seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Tsauriyah serta mazhab-mazhab lainnya yang dikenal.

Maka yang berkata 'mazhab kelima' menjelaskan kebodohannya dan sesungguhnya ia tidak mengenal ilmu dan ulama. Sesungguhnya yang dilaksanakan Imam tidak bisa dikatakan baginya mazhab kelima, dan ia hanyalah dakwah kepada tauhid yang murni (Dan mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah Ta'ala, memurnikan agama bagi-Nya).

Adapun yang terjadi dalam ungkapan para ulama dari pernyataan mereka 'mazhab fulan' atau 'pergi kepadanya fulan', maka sungguh hanya terjadi dalam hukum karena perbedaan mereka padanya menurut sampainya dalil dan memahaminya. Dan ini tidak tertentu hanya pada imam yang empat, bahkan semua mazhab ulama sebelum dan sesudah mereka dalam masalah hukum yang sangat banyak. Sungguh telah terjadi perbedaan pendapat di antara para sahabat dan para ahli fikih yang tujuh (fuqaha sab'ah) dari generasi tabi'in dan berbagai masalah yang saling berbeda pendapat satu sama lain. Dan tujuan dari ucapan si jahil ini 'mazhab kelima' adalah ungkapan yang rusak, tidak ada maknanya seperti kondisi orang-orang seperti dia dari golongan yang suka berdebat dan sesat di masa kita.

Kemudian, sesungguhnya para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berpandangan ijtihad dan sesungguhnya ijtihad tidak diangkat hingga hari kiamat apabila syarat-syaratnya terpenuhi.

Dan keadaan kaum wahabi tidak terkait mazhab tertentu, maka ini adalah pendapat semua fuqaha islam, dan seperti ini pendapat para penganut mazhab yang empat dan para imamnya:

1. Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: 'Apabila ada hadits shahih maka ia adalah mazhabku.' Dan dia berkata: 'Tidak boleh bagi seseorang mengambil ucapan kami selama ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya. Sesungguhnya kami adalah manusia, kami mengatakan satu pendapat pada hari ini dan besok harinya kami menarik kembali (ruju').' Dan dia berkata pula: 'Apabila aku mengatakan satu ungkapan yang menyalahi al-Qur`an dan hadits Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam maka tinggalkannya pendapatku.'
2. Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata: 'Sesungguhnya aku adalah manusia yang bisa salah dan benar, maka lihatlah pendapatku, maka segala yang sesuai al-Qur'an dan as-Sunnah maka ambilah, dan segala yang tidak sesuai al-Qur`an dan as-Sunnah maka tinggalkanlah.
3. Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi`i rahimahullah berkata: 'Tidak ada seseorang melainkan dan pergi atasnya sunnah Rasulullah r dan menjauh darinya. Maka apabila aku mengatakan satu pendapat atau diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam berbeda dari pendapatku, maka pendapat yang benar adalah sabda Rasulullah r, dan itulah pendapatku.' Dan dia berkata: 'Apabila shahih sebuah hadits maka itulah mazhabku.' Dan dia berkata: 'Apabila kamu melihatku mengatakan satu pendapat, dan ada hadits shahih dari Nabi shallallahu'alaihi wa sallam yang menyalahinya maka ketahuilah sesungguhnya akalku telah hilang.' Dan dia berkata: 'Segala yang kuucapkan, maka ia berbeda dengan sabda Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, maka hadits Nabi shallallahu'alaihi wa sallam lebih utama maka janganlah kamu bertaqlid kepadaku.'
4. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: 'Janganlah kamu bertaqlid kepadaku, jangalah bertaqlid kepada Malik, Syafi'i, Auza'i, dan jangan pula kepada Tsauri, dan ambilah dari tempat mereka mengambil.' Dan dia berkata: 'Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah r maka ia berada di atas tepi kebinasaan.'

Inilah ungkapan para imam yang empat, semuanya melarang taqlid tanpa mengetahui dalil. Maka wajib kepada orang yang sampai kepadanya perkara Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam agar mengikutinya dan menjelaskan kepada umat. Banyak sekali para ulama mazhab yang menyalahi ucapan imam mereka karena alasan dalil. Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan dua murid imam Abu Abu Hanifah telah menyalahi pendapat guru mereka dalam masalah mengusap dua kaus dan selain keduanya.

Wahabi bukanlah mazhab ke lima dan bukan hanya dia yang keluar dari pendapat para imam mazhab, dan hal itu saat adanya dalil. Bahkan mereka yang paling banyak berijtihad dan berdiri tegak di sisi nash-nash yang datang dalam al-Qur`an dan as-Sunnah berdasarkan firman Allah Ta'ala:

وما أتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا

"Dan sesuatu yang Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam datang kepadamu maka ambillah, dan sesuatu yang dia melarangmu darinya maka berhentilah."

Dan Allah Ta'ala mengetahui segala tujuannya.




Mengucap shalawat kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam (masalah kedua)

Sufi berkata: 'Kaum Wahabi tidak mengucap shalawat kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam setelah azan dan mereka melarang para mu`azzin meninggikan suara membaca shalawat di antara menara, dan mereka mengatakan sesungguhnya yang biasa dilakukan para mu`azzin adalah bid'ah, maka bagaimana pendapatmu?

Aku menjawab: 'Sesunggunya para pengikut Imam Muhammad bin Abdul Wahab adalah orang-orang yang paling banyak mengucap shalawat kepada Nabi r dan paling konsisten dengan perintah dan larangannya, serta taat kepadanya shallallahu'alaihi wa sallam.

Apakah Bilal dan Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu'anhuma serta orang yang melaksanakan azan untuk Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam melakukan seperti yang dilakukan sebagian mu`azin di masa sekarang berupa meninggikan suara membaca shalawat kepada Nabi r setelah azan? Apakah pernah dilakukan di masa khilafah rasyidah yang kita disuruh mengikuti sunnah mereka, demikian pula di masa para imam empat, pengikut para tabi'in, atau salah satu di antara tiga abad pertama yang utama? Sekali-sekali tidak pernah. Dan barangsiapa mengatakan berbeda dengan hal ini berarti dia telah mengada-ngada terhadap islam dan para dainya yang utama.

Dan yang dikatakan bahwa hal itu terjadi di masa Shalahudin al-Ayyubi rahimahullah, dan Shalahudin bukanlah syari'at yang kita diperintah mengikutinya.

Apakah ditemukan sifat azan dalam kitab fiqih dan hadits yang diperpegangi apa-apa yang dibuat-buat oleh para muazin berupa mengucap shalawat kepada Nabi r di atas menara setelah azan? Sesungguhnya hal itu tidak pernah ada, hingga dalam kitab-kitab fuqaha yang ditulis belakangan. Ini dari sisi syara'. Adapun dari sisi yang lain, mereka yang berpendapat mengucap shalawat setelah azan lagi konsisten baginya, mereka tidak mengucap shalawat saat terputus aliran listrik atau tidak ada pengeras suara atau di tempat perayaan, dan pada azan magrib dan Jum'at. Maka bisa jadi ada shalawat di setiap waktu azan, dan jika tidak demikian maka sesungguhnya ini hanyalah mengikuti hawa nafsu. La haula wa laa quwwata illa billah.

Dan setiap yang tidak datang dari Nabi shallallahu'alaihi wa sallam:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang membuat-buat dalam perkara kami ini yang bukan darinya, maka ia ditolak." Muttafaqun 'alaih dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.

Dan setiap bid'ah dalam agama adalah kesesatan di neraka. Inilah yang kita yakini bahwa setiap yang tidak datang dari Nabi r dan tidak pula dari para khilafah rasyidah, maka ia ditolak. Dan tidak ada bid'ah hasanah dan yang lain sayyi`ah dalam Islam.

Ustadz Sayyid Sabiq rahimahullah berkata dalam fiqih sunnah: 'Azan adalah ibadah dan ruang lingkup perintah dalam ibadah adalah di atas dasar mengikuti. Maka kita tidak boleh menambah atau mengurangi sedikitpun dalam agama kita. Dan dalam hadits yang shahih: "Barangsiapa yang membuat-buat dalam perkara kami ini yang bukan darinya, maka ia ditolak." Maksudnya batil.

Dan di sini kami menyinggung beberapa hal yang tidak disyari'atkan, yang banyak dilakukan sehingga sebagian orang mengira bahwa ia termasuk bagian dari agama, padahal ia bukan darinya. di antaranya:

1. Ucapan muazin saat azan atau iqamah 'asyhadu anna sayyidana Muhammadar rasulullah' al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: 'Sesungguhnya hal itu tidak boleh ditambah dalam kata-kata yang ma'tsur (yang bersumber dari hadits).'

2. al-Ajluni berkata dalam Kasyful Khafa: 'Mengusap dua mata dengan batin (bagian dalam) dua telunjuk setelah mengecupnya setelah mendengar ucapan muazin 'asyhadu anna muhammadar rasulullah' bersama bacaannya 'asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuluhu, radhitu billah rabba, wa bil islami dina, wa bimuhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam nabiya'. Diriwayatkan oleh ad-Dailami dari Abu Bakar t, ia berkata dalam al-Maqashid: Tidak shahih.

3. Bernyanyi dalam azan dan lahan padanya dengan menambah huruf atau harakah (baris) atau madd adalah makruh. Maka jika membawa kepada perubahan makna atau menyamarkan yang dilarang maka hukumnya haram.

4. Membaca tasbih sebelum fajar dan membaca nasyid serta meninggikan suara dan sebelum Jum'at dan shalawat kepada Nabi r bukan bagian dari azan, tidak secara bahasa dan tidak pula secara syara', al-Hafizh mengatakannya dalam al-Fath.

5. Mengeraskan suara membaca shalawat dan salam kepada Rasulullah r setelah azan tidak disyari'atkan, bahkan termasuk bid'ah yang makruh. Ibnu Hajar berkata dalam 'al-Fatawa al-Kubra': 'Dasarnya sunnah dan tata caranya bid'ah.' Imam Muhammad Abduh –Mufti Mesir- berkata saat ditanya tentang hal itu: 'Terdapat dalam al-Khaniyah: sesungguhnya azan terdiri dari 15 kata dan akhirnya di sisi kami adalah 'laailaaha illallah', dan yang disebutkan sebelumnya atau sesudahnya semuanya adalah bid'ah yang dibuat-buat untuk talhin, bukan karena yang lain. Tidak ada seorang pun yang membolehkan talhin ini dan tidak dianggap orang yang berkata: 'Sesungguhnya sedikit dari hal itu adalah bid'ah hasanah,' karena setiap bid'ah dalam ibadah seperti ini adalah sayyiah (buruk), dan barangsiapa yang mengaku bahwa hal itu tidak mengandung talhin, maka ia bohong.

6. Dan lebih atas semua itu adalah yang dinamakan tamjid pada malam jum'at, dan yang terdapat di dalamnya berupa tawassul dan istighatsah yang tidak disyari'atkan, dan yang dibuat-buat oleh para muazin di masa sekarang sangat banyak.

Adapun mengucap shalawat keapda Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, maka kami adalah manusia yang paling mengenalnya, dan berikut ini sebagian dari keutamaannya dari al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam"



Firman Allah Ta'ala:

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. al-Ahzab:56)



Dari Abu al'Aliyah: Shalawat Allah Ta'ala kepada nabi-Nya adalah pujian-Nya kepada beliau shallallahu'alaihi wa sallam di sisi para malaikat. (HR. al-Bukhari).



Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Dikumpulkan pujian kepadanya dari penghuni alam semesta, alam atas dan alam bawah semuanya.



Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu'anhuma, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

"Barangsiapa yang mengucap shalawat kepadaku, niscaya Allah I membalas sepuluh." HR. Muslim.



Dari Abdullah bin Mas'ud radhyallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثُرُهُمْ عَلَي صَلاَةً

"Manusia yang paling utama denganku di hari kiamat adalah yang paling banyak mengucap shalawat kepadaku." HR. at-Tirmidzi dan ia berkata: Hasan shahih.



Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

لاَتَجْعَلُوْا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

"Jangan kamu jadikan kuburnya sebagai hari raya, dan ucapkanlah shalawat kepadaku, maka sesungguhnya shalawatmu sampai kepadaku di manapun kamu berada." HR. Abu Daud dan ia berkata: Shahih.



Dari Aus al-Anshari radhiyallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

إَنَّ أَفْضَلَ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ. فَقَالُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ, كَيْفَ تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أرمت؟ قَالَ: إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى اْلأَرْضِ أَنْ تَأُكُلَ أَجْسَادَ اْلأَنْبِيَاءِ.

"Sesungguhnya harimu yang paling utama adalah hari Jum'at, maka perbanyaklah mengucap shalawat kepadaku padanya, maka sesungguhnya shalawatmu disampaikan kepadaku.' Mereka bertanya, 'Bagaimana disampaikan shalawat kami kepadamu, sedang engkau telah hancur? Beliau shallallahu'alaihi wa sallam menjawab:

'Sesungguhnya Allah Ta'ala mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.' HR. Abu Daud, an-Nasa`i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya, al-Hakim dan ia menshahihkannya, dan Ahmad.



Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ

"Tidak ada seorang muslim yang mengucap salam kepadaku melainkan Allah Ta'ala mengembalikan ruhku sehingga aku menjawab salamnya." HR. Abu Daud.



Dari Abu Thalhah al-Anshari radhiyallahu'anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam di pagi hari terlihat senang hati dan kebahagiaan terlihat di wajahnya, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, di pagi hari ini engkau senang hati dan terlihat di wajahmu kebahagiaan.' Beliau shallallahu'alaihi wa sallam menjawab:

أَتَانِي آتٍ مِنْ رَبِّي عَزّ وجل فَقَالَ: مَنْ صَلًَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ صَلاَةً كَتَبَ اللهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ ورَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَرَدَّ عَلَيْهَا مِثْلَهَا

'Datang pembawa berita dari Rabb-ku , ia berkata, 'Barangsiapa yang mengucap shalawat kepadamu dari umatmu satu kali shalawat niscaya Allah Ta'ala menulis sepuluh kebaikan dengannya, menghapus sepuluh keburukan darinya, dan mengangkat baginya sepuluh derajat, dan mengembalikan atasnya semisalnya.' HR. Ahmad, an-Nasa`i, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya.



Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُكَالَ لَهُ بِاْلمِكْيَالِ اْلأَوْفَى إِذَا صَلَّى عَلَيْنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَلْيَقُلْ: اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ وَأَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَذُرِّيَّتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

"Barangsiapa yang ingin diberi timbangan yang sempurna, apabila ia mengucap shalawat kepada kami ahli bait, maka hendaklah ia membaca 'Ya Allah, berilah rahmat kepada nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam, istri-istrinya para ibu kaum mukminin, keturunannya, dan ahli baitnya, sebagaimana engkau memberi rahmat kepada Ibrahim u, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia'.' HR. Abu Daud dan an-Nasa`i.



Dari Ubay bin Ka'ab radhiyallahu'anhu, ia berkata, 'Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku banyak mengucap shalawat kepadamu, maka berapakah aku jadikan untukmu dari shalawatku? Beliau shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, 'Apa yang engkau kehendaki.' Aku berkata, 'Seperempat.' Beliau shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, 'Apa yang engkau kehendaki, jika engkau tambah maka ia lebih baik bagimu.' Aku berkata, 'Setengah.' Beliau bersabda, 'Apa yang engkau kehendaki, jika engkau tambah niscaya lebih baik bagimu.' Aku berkata, 'Dua pertiga.' Beliau r bersabda: 'Apa yang engkau kehendaki, jika engkau tambah niscaya lebih baik bagimu.' Abu berkata, ''Aku jadikan shalawatku semuanya.' Beliau r bersabda, 'Kalau begitu, engkau mencukupkan semangatmu dan dosamu diampuni." HR. at-Tirmidzi.

Banyak sekali hadits-hadits shahih dalam keutamaan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam. Karena inilah mayoritas fuqaha mewajibkan membaca shalawat setiap kali namanya yang mulia disebutkan dan menganjurkan menulis shalawat dan salam kepadanya setiap kali namanya ditulis. Al-Khathib menyebutkannya dari Imam Ahmad rahimahullah. Dan digabungkan di antara shalawat dan salam kepadanya, disebutkan oleh an-Nawawi rahimahullah. Dan dianjurkan mengucapkan shalawat kepada para nabi dan malaikat secara tersendiri.



Dari Abu Mas'ud an-Anshari radhiyallahu'anhu, dari Basyir bin Sa'ad radhiyallahu'anhu, ia berkata, 'Kami disuruh mengucap shalawat kepadamu, wahai Rasulullah, bagaimana kami mengucap shalawat kepadamu? Ia berkata, 'Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam diam sehingga kami berangan-angan bahwa ia tidak bertanya kepadanya. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

قُوْلُوْا: اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِى اْلعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

"Bacalah: 'Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi rahmat kepada Ibrahim u, dan berilah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau beri berkah kepada keluarga Ibrahim u di alam semesta, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia." HR. Muslim.

Inilah yang kami imani dan kami beribadah kepada Allah Ta'ala dengannya, bukan seperti yang dikatakan oleh kaum sufi yang hanya terbatas bagi para muazin di atas menara dan menganggapnya sebagai bagian dari azan dan tidak ada dalil atas ucapan mereka.
wallahul musta'aan.


www.islamhouse.com/.../id_dialogue_with_the_sufi.doc - Mesir

RINGKASAN CARA PELAKSANAAN JENAZAH

Oleh : Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid



Tulisan ini hanya ringkasan dan tidak memuat dalil-dalil semua permasalahan secara terperinci. Maka barangsiapa di antara pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalil setiap pembahasan dipersilahkan membaca kitab aslinya "Ahkaamul Janaaiz wa Bid'ihaa" karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah



I. PADA SAAT SAKIT



[1] Orang yang sakit wajib menerima qadha (ketentuan) Allah, bersabar menghadapi serta berbaik sangka kepada Allah, semua ini baik baginya.



[2] Ia harus mempunyai perasaan takut serta harapan, yaitu takut akan siksaan Allah karena adanya dosa-dosa yang telah ia lakukan, serta harapan akan rahmat Allah.



[3] Bagaimana parahnya penyakitnya, ia tidak boleh mengangan-angan kematian, kalaupun terpaksa, maka hendaknya ia berdoa : -Allahumma ahyanii maa kanati al-hayatu khairan lii wa tawaffaniy idzaa kanati al-wafaatu khairan lii- "Artinya : Ya Allah hidupkanlah akau jika kehidupan lebih baik bagiku, matiknalah aku jika kematian lebih baik bagiku"



[4] Jika ia mempunyai kewajiban yang menyangkut hak orang lain, hendaknya menyelesaikan secepat mungkin. Jika tidak mampu hendaknya berwasiat untuk penyelesaiannya.



[5] Ia harus bersegera berwasiat





II. MENJELANG MATI



[1] Menjelang mati, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :



a. Mentalqin (menuntun) mengucapkan -Laa Ilaha Illal-llah- "Artinya : Tiada yang berhak disembah selain Allah"

b. Mendo'akan

c. Mengucapkan perkataan yang baik.



[2] Adapun membacakan surat Yaa sin di sisi orang yang meninggal atau menghadapkan ke kiblat maka amalan tersebut tidak ada dalilnya.



[3] Seorang muslim boleh menghadiri kematian orang non-muslim untuk menganjurkan kepadanya supaya masuk Islam (sebelum meninggal dunia).



III. KETIKA MENINGGAL DUNIA



Jika sudah meninggal dunia maka orang-orang yang ada disekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :



[1] Memejamkan mata mayyit

[2] Mendo'akan

[3] Menutupnya dengan kain yang meliputi semua anggota tubuhnya. Tapi jika yang meninggal sedang melakukan ihram, maka kepala dan wajahnya tidak ditutupi

[4] Bersegera menyelenggarakan jenazahnya setelah yakin bahwa ia sudah betul-betul meninggal

[5] Menguburkan di kampung tempat ia meninggal, tidak memindahkan ke daerah lain kecuali dalam kondisi darurat. Karena memindahkan mayat ke daerah lain berarti menyalahi perintah mempercepat pelaksanaan jenazah.

[6] Bersegera menyelesaikan utang-utangnya semuanya dari harta si mayyit sendiri, mekipun sampai habis hartanya, maka negaralah yang menutupi utang-utangnya setelah ia sendiri sudah berusaha membayarnya. Jika negara tidak melakukan hal itu dan ada yang berbaik budi melunasinya, maka hal itu dibolehkan.





IV. YANG BOLEH DILAKUKAN PARA KERABATNYA DAN ORANG LAIN



[1] Boleh membuka wajah mayyit dan menciumnya, menangisi -tanpa ratapan- dalam kurung tiga hari.



[2] Tatkala berita kematian sampai kepada kerabat mayyit, mereka harus :



[a] Bersabar serta redha akan ketentuan Allah

[b] Beristirjaa' yaitu membaca : -Inna Lillahi wa Innaa Ilaihi Raaji'uun- "Artinya : Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita akan kembal"



[3] Tidaklah menyalahi kesabaran jika ada wanita yang tidak berhias sama sekali asal tidak melebihi tiga hari setelah meninggalnya ayahnya atau selain ayahnya. Kecuali jika yang meninggal adalah suaminya, maka ia tidak berhias selama empat bulan sepuluh hari, karena hal ini ada dalilnya.



[4] Jika yang meninggal selain suaminya, maka lebih afdhal jika tidak meninggalkan perhiasannya untuk meredlakan/menyenangkan suaminya serta memuaskannya. Dan diharapkan adanya kebaikan di balik itu.





V. HAL-HAL YANG TERLARANG



Rasulullah telah melarang/mengharamkan hal yang selalu dilakukan oleh banyak orang disaat ada yang meninggal, hal-hal yang dilarang tersebut wajib diketahui untuk dihindari, di antaranya :



[1] Meratap, yaitu menangis berlebih-lebihan, berteriak, memukul wajah, merobek-robek kantong pakaian dan lain-lain.



[2] Mengacak-acak rambut



[3] Laki-laki memperpanjang jenggot selama beberapa hari sebagai selama beberapa hari sebagai tanda duka atas kematian seseorang. Jika duka sudah berlalu maka mereka kembali mencukur jenggot lagi.



[4] Mengumumkan kematian lewat menara-menara atau tempat lain, karena cara mengumumkan yang seperti itu terlarang dan syariat.





VI. CARA MENGUMUMKAN KEMATIAN YANG DIBOLEHKAN



[1] Boleh menyampaikan berita kematian tanpa menempuh cara-cara yang diamalkan pada zaman jahiliyah dahulu. Bahkan terkadang menyampaikan berita kematian hukumnya menjadi wajib jika tidak ada yang memandikannya, mengkafani, menshalati dan lain-lain.



[2] Bagi yang menyampaikan berita kematian dibolehkan meminta kepada orang lain supaya mendo'akan mayyit, karena hal ini ada landasannya di dalam sunnah





VII. TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH



Telah sah pejelasan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah (kematian/akhir hidu yang baik). Jika seseorang meinggal dunia dengan mengalami salah satu di antara tanda-tanda itu maka itu merupakan kabar gembira.



[1] Mengucapkan syahadat di saat meninggal

[2] Mati dengan berkeringat pada dahi

[3] Mati pada hari Jum'at atau pada malam Jum'at

[4] Mati Syahid di medan jihad

[5] Mati terkena penyait thaa'uun

[6] Mati terkena penyakit perut

[7] Mati tenggelam

[8] Mati terkena reruntuhan

[9] Mati seorang wanita hamil karenan janinnya

[10] Mati terkena penyakit paru

[11] Mati membela agama atau diri

[12] Mati membela/mempertahankan harta yang akan dirampok

[13] Mati dalam keterikatan dengan jalan Allah

[14] Mati dalam suatu amalan shalih

[15] Mati terbakar



VIII. PUJIAN ORANG TERHADAP MAYYIT



[1] Pujian baik terjadap mayyit dari sekelompok orang-orang muslim yang benar-benar, paling kurang dua orang di antara tetangga-tetangganya yang arif, shalih dan berilmu dapat menjadi penyebab masuknya mayyit ke dalam surga.



[2] Jika kematian seseorang bertetapan dengan gerhana matahari atau bulan, maka hal itu tidak menunjukkan sesuatu. Sedangkan anggapan bahwa hal itu merupakan tanda-tanda kemualian si mayyit adalah khurafat jahiliyah yang bathil





IX. MEMANDIKAN MAYYIT



[1] Jika sudah meninggal, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus segera memandikannya.



[2] Dalam memandikan mayyit, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :



a. Memandikan tiga kali atau lebih, sesuai dengan yang dibutuhkan

b. Memandikan dengan junlah ganjil

c. Mencampur sebagian dengan sidr, atau yang bisa menggantikan fungsinya seperti sabun

d. Mencampur mandi terakhir dengan wangi-wangian seperti kapur barus/kamper dan ini lebih afdhal. (terkecuali jika yang meninggal sedang melakukan ihram maka tidak boleh diberi wangi-wangian)

e. Ikatan rambut harus dibuka, lalu rambut dicuci dengan baik.

f. Menyisir rambut

g. Mengikat mejadi tiga bagian untuk rambut wanita, lalu mebentangkan ke belakangnya

h. Memulai memandikan dari bagian kanannya dan anggota wudhunya dan anggota wudhunya

i. Laki-laki dimandikan oleh laki-laki juga, dan wanita dimandikan oleh wanita juga. (Terkecuali bagi suami-istri, boleh saling memandikan, karena ada dalil sunnah yang memperkuat amalan ini)

j. Memandikan dengan potongan-potongan kain dalam keadaan terbuka dengan kain di atas tubuhnya setelah membuka semua pakaiannya

k. Yang memandikan mayyit adalah orang yang lebih mengetahui cara penyelenggaraan mayat/jenazah sesuai dengan sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, lebih-lebih jika termasuk kerabat keluarga mayyit.



[3] Yang memandikan mayyit akan mendapatkan pahala yang besar jika memenuhi dua syarat berikut.



a. Menutupi kekurangan yang ia dapati dari mayyit dan tidak menceritakan kepada orang lain

b. Ikhlas karena Allah semata dalam mejalankan urusan jenazah tanpa mengharapkan pamrih dan terima kasih serta tanpa tujuan-tujuan duniawi. Karena Allah tidak menerima amalan akhirat tanpa keikhlasan semata-mata kepada-Nya.



[4] Danjurkan bagi yang memandikan jenazah supaya mandi. (Tidak diwajibkan).



[5] Tidak disyariatkan memandikan orang yang mati syahid di medan perang, meskipun ia gugur dalam keadaan junub.





X. MENGKAFANI MAYYIT



[1] Setelah selesai memandikan mayat, maka wajib dikafani.



[2] Kain kafan serta biayanya diambil dari harta si mayyit sendiri, meskipun hartanya sampai habis, tidak ada yang tertinggal lagi.



[3] Seharusnya kain kafan menutupi semua anggota tubuhnya.



[4] Jika seandainya kain kafan tidak mencukupi semua tubuhnya, maka diutamakan menutupi kepalanya sampai ke sebagian tubuhnya, adapun yang masih terbuka maka ditutupi dengan daun-daunan yang wangi. (Hal yang seperti ini jarang terjadi paza zaman kita sekarang ini, tetapi ini adalah hukum syar'i).



[5] Jika kain kafan kurang, sementara jumlah mayat banyak, maka boleh mengkafani mereka secara massal dalam satu kafan, yaitu dengan cara mebagi-bagi jumlah tertentu di kalangan mereka dengan mendahulukan orang-orang yang lebih banyak mengetahui dan menghafal Al-Qur'an ke arah kiblat



[6] Tidak boleh membuka pakaian orang yang mati syahid yang dipakainya sewaktu mati, ia dikuburkan dengan pakaian yang dipakai syahid.



[7] Dianjurkan mengkafani orang yang mati syahid dengan selembar kain kafan atau lebih di atas pakaian yang sedang di pakai



[8] Orang yang mati dalam keadaan berihram dikafani dengan kedua pakaian ihram yang sedang dipakainya



[9] Hal-hal yang dianjurkan dalam pemakaian kain kafan :



a. Warna putih

b. Menyiapkan tiga lembar

c. Satu diantaranya bergaris-garis (Ini tidak bertentangan dengan bagian (a) karena dua hal : - Pada umumnya kain putih bergaris-garis putih, - Di antara ketiga lembar kafan tadi, satu yang bergaris-garis sedangkan yang lainnya putih

d. Memberikan wangi-wangian tiga kali.



[10] Tidak boleh berfoya-foya dalam pemakain kain kafan, dan tidak boleh lebih dari tiga lembar, karena hal itu menyalahi cara kafan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan terlebih lagi perbuatan itu dianggap menyia-nyiakan harta



[11] Dalam cara mengkafani tadi, mengkafani wanita sama caranya dengan mengkafani pria karena tidak adanya dalil yang menjelaskan perbedaan itu.



XI. MEMBAWA JENAZAH SERTA MENGANTARNYA



[1] Wajib membawa jenazah dan mengantarnya, karena hal itu adalah hak seorang muslim yang mati terhadap kaum muslimin yang lain.



[2] Mengikuti jenazah ada dua tahap :



a. Mengikuti dari keluarganya sampai dishalati

b. Mengikuti dari keluarganya sampai selesai penguburannya, dan inilah yang lebih utama



[3] Mengikuti jenazah hanya dibolehkan bagi laki-laki, tidak dibolehkan bagi wanita, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita mengikuti jenazah.



[4] Tidak dibolehkan mengikuti jenazah dengan cara-cara sambil menangis, begitu pula membawa wangi-wangian dan sebagainya. (Termasuk dalam kategori ini amalan orang awam sambil membaca : "Wahhiduul -Ilaaha" atau jenis dzikir-dzikir lainnya yang dibuat-buat.



[5] Harus cepat-cepat dalam membawa jenazah dalam arti tidak berlari-lari.



[6] Boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya (ini yang lebih afdhal), boleh juga di samping kanannya atau kirinya dengan posisi dekat dengan jenazah, kecuali yang berkendaraan maka mengikuti dari belakang. (Perlu diketahui bahwa berjalan lebih afdhal dari pada berkendaraan).



[7] Boleh pulang berkendaraan setelah menguburkan mayat, tida makruh.



[8] Adapun membawa jenazah di atas kereta khusus atau mobil ambulance, kemudian orang-orang yang mengantarnya juga memakai mobil, maka hal ini termasuk tidak disyari'atkan, karena ini adalah kebiasaan orang-orang kafir, serta menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam pengantaran jenazah yaitu mengingat-ingat akhirat, lebih-lebih lagi karena hal itu menjadi penyebab terkuat berkurangnya pengantar jenazah dan hilang kesempatan orang-orang yang ingin mendapatkan pahala. (Kecuali dalam keadaan darurat maka boleh memakai mobil).



[9] Berdiri untuk menghormati jenazah hukumnya mansukh (dihapuskan), oleh karena itu tidak boleh lagi diamalkan.



[10] Dianjurkan bagi yang membawa jenazah supaya berwudhu, tapi ini tidak wajib.



XII. SHALAT JENAZAH



[1] Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah



[2] Yang tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh) :



a. Anak yang belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang gugur dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam kandungan ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia tidak dishalati].

b. Orang yang mati syahid



[3] Disyariatkan menshalati :



a. Orang yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Allah

b. Orang yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul diin tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu

c. Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya, maka orang yang seperti ini dihsalati

d. Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.

e. Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib]



[4] Diharamkan menshalati, memohonkan ampunan dan rahmat untuk orang-orang kafir dan orang-orang munafik [mereka bisa diketahui dari sikap mereka memperolok-olokkan serta memusuhi hukum dan syari'at Islam, dengan ciri-ciri yang lain].



[5] Berjamaah dalam shalat jenazah hukumnya wajib, seperti halnya dengan shalat-shalat wajib yang lainnya. Jika merek shalat jenazah satu persatu/sendiri-sendiri maka kewajiban shalat jenazah sudah terpenuhi, tetapi mereka berdosa karena meninggalkan jama'ah, wallahu 'alam.



[6] Jumlah minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga orang.



[7] Lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayyit.



[8] Disukai membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas.



[9] Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. [Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang ma'mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam].



[10] Pemimpin umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan/hafalan Qur'an-nya, kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.



[11] Jika kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-laki dan jenazah wanita, maka mereka dishalati sekali shalat. Jenazah laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat.



[12] Boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum asalnya.



[13] Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah, dan boleh juga di masjid karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.



[14] Tidak boleh shalat jenazah di antara [pekuburan [Bagi yang mencermati baik-baik, hal ini tidak bertentangan dengan yang disebutkan di Bagian XII No.3 bagian (d)]



[15] Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi pertengahan mayat wanita.



[16] Bertakbir 4 kali inilah yang paling kuat atau 5 sampai 9 kali, semua ini sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lebih utama jika diragamkan, kadang-kadang mengamalkan yang satu dan kadang-kadang mengamalkan yang lain.



[17] Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir yang pertama saja.



[18] Lalu melatakkan tangan kanan di atas tangan kiri lalu menempelkan di dada.



[19] Setelah takbir yang pertama membaca surah Al-Fatihah dan satu surah. [Disini tidak ada penjelasan yang menyebutkan adanya do'a istiftaah]



[20] Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir [pelan].



[21] Lalu takbir yang kedua kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.



[22] Lalu bertakbir untuk takbir selanjutnya, dan mengikhlaskan doa untuk mayyit.



[23] Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti : "Alahumma 'abduka wabna amatika ahyaaja ilaa rahmatika wa anta ghaniyyi an 'adzabihi in kana muhsinan farid fii hasanaatihi, saayyian fatajawaja 'an sayyiatihi" Artinya : "Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa untuk tidak menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka maafkanlah kejahatannya"



[24] Berdoa antara takbir yang terakhir dengan salam disyariatkan.



[25] Kemudian salam dua kali seperti halnya pada shalat wajib yang lain, yang pertama ke kanan dan yang kedua ke kiri, boleh juga salam hanya satu kali, karena kedua cara ini tersebutkan dalam sunnah.



[26] Menurut sunnah salam pada shalat jenazah dengan cara sir (pelan), bagi imam dan orang-orang yang ikut di belalakangnya.



[27] Tidak boleh shalat pada waktu-waktu terlarang, kecuali karena darurat. [waktu-waktu terlarang ; saat terbitnya matahari, tatkala matahari pas dipertengahan dan tatkala terbenam]



XIII. MENGUBURKAN MAYYIT



[1] Wajib menguburkan mayyit, meskipun kafir.



[2] Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir, begitu pula sebaliknya, harus dipekuburan masing-masing.



[3] Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan, kecuali orang-orang yang mati syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini memuat bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan supaya dikuburkan di masjid atau di makam khusus atau di tempat lainnya yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala]



[4] Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang [Lihat Bagian XII No 27] atau pada waktu malam, kecuali karena dalam keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di lubang kubur untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.



[5] Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta memperbaiki.



[6] Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan :



[a] Lahad : yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).



[b] Syaq : Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.



[7] Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua mayat atau lebih, dan yang lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal di antara mereka.



[8] Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (mekipun mayatnya perempuan).



[9] Para wali-wali si mayyit lebih berhak menurunkannya.



[10] Boleh seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.



[11] Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam itu tidak menyetubuhi isterinya.



[12] Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.



[13] Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua kakinya melentang ke kanan dan kekiri kiblat.



[14] Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca : "bismillahi wa'alaa sunnati rasuulillahi shallallahu 'alaihi wa sallama" -Artinya : '(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" atau : "bismillahi wa 'alaa millati rasulillahi shallallahu 'alaihi wa sallama" - Artinya : "(Aku meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".



[15] Setelah menimbun kubur disunnahkan hal-hal berikut :



a. Meninggikan kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tida diratakan, supaya dapat dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.

b. Meninggikan hanya dengan batas yang tersebut tadi.

c. Memberi tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.

d. Berdiri di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di dalam sunnah).



[16] Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi peringatan orang-orang yang hadir akan kematian serta alam setelah kematian. [Hadits Al-Barra bin 'Aazib]



[17] Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang dilakukan oleh sebagian orang adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam syari'at, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya. Seorang hamba tidak mengetahui di mana ia akan mati. Jika ia melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-siap mati atau untuk mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara memperbanyak amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang hanya dibikin-bikin oleh orang.



XIV. TAKZIYAH



[1] Disyariatkan bertakziyah pada keluarga mayyit, yaitu menganjurkan supaya mereka bersabar, mengharapkan pahala serta mendo'akan mayyit.



[2] Bertakziyah dengan menyenangkan mereka serta meringankan kesedihan mereka, membuat mereka redla dan sabar sesuai dengan yang teriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. [Seperti : "Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, milik Allah apa yang Dia berikan, segalanya sudah ditentukan di sisi Allah bersifat sementara, maka hendaklah bersabar dan mengharapkan sepenuhnya kepada Allah"]. Ini dibaca jika ia masih ingat yang sah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika lupa maka cukup dengan kata-kata yang baik dan bisa membawa kepada tujuan takziyah dengan cara yang tidak menyalahi syari'at.



[3] Takziyah tidak dibatasi tiga hari, kapan sempat saat itupun dapat dilakukan.



[4] Harus menghindari dua hal berikut ini, meskipun sudah dilakukan secara turun-temurun oleh banyak orang :



[a] Berkumpul untuk bertakziyah pada suatu tempat khusus, seperti rumah, kuburan atau masjid.

[b] Keluarga mayyit sengaja menyiapkan makanan untuk orang-orang yang datang bertakziyah. (Seperti pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh atau waktu yang lain yang sama sekali tidak ada landasannya di dalam syari'at).



[5] Yang ada di dalam sunnah : Para kerabat mayyit dan tetangganya membuatkan makanan untuk keluarga mayyit supaya mereka kenyang.



[6] Disukai mengusap kepala anak yatim, memuliakan serta berlemah lembut kepadanya.



XV. YANG DAPAT BERMANFAAT BAGI MAYYIT



[1] Do'a orang muslim untuknya.



[2] Wali mayyit mengqadla/menutupi puasa nadzar mayyit.



[3] Utang mayyit dibayar oleh seseorang, walinya atau selain walinya. [Lihat bagian III, F]



[4] Amalan shaleh dari anak shaleh dari sang mayyit, karena Ayahnya mendapat pahala seperti phala anaknya tanpa mengurangi pahal si anakl sedikitpun.



[5] Semua peninggalan baik sang mayyit, begitu pula amal jariyah.

XVI. ZIARAH KUBUR



[1] Disyariatkan berziarah ke kubur untuk mengambil pelajaran serta mengingat akhirat, dengan syarat tidak melakukan hal-hal yang mengundang murka Allah Subhanahu wa Ta'ala, seperti berdo'a (meminta) kepada mayyit, meminta pertolongan dengan perantaraan mayyit (bukan langsung kepada Allah), berlebih-lebihan di dalam memuji mayyit (takziyah), serta memastikan bahwa dia masuk surga. [Seperti : " Syahid fulan ...." ini merupakan yang dilarang. Seperti yang di babkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab " Shahih" nya, Bab Tidak boleh berkata : Si Fulan Syahid, lihat Fathul Baariy 6/89]



[2] Wanita dalam hal berziarah kubur sama dengan pria dianjurkan ziarah, dengan syarat menghindari ikhtilaath (bercampur baur dengan laki-laki), meratap, tabarruj (memperlihatkan aurat/perhiasan), dan semua jenis kemungkaran yang memenuhi kuburan pada zaman ini.



[3] Tapi tidak boleh bagi wanita benyak berziarah kubur, karena hal ini bisa menjadi penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang disebutkan tadi.



[4] Boleh berziarah ke kubur orang yang mati di luar Islam untuk sekedar mengambil pelajaran.



[5] Tujuan berziarah ke kubur ada dua :



[a] Manfaat bagi yang berziarah, yaitu untuk mengingat mati dan mengenang orang-orang yang sudah mati, bahwa tempat kembali mereka hanya ada dua kemungkinan, yaitu surga atau neraka, hal ini berlaku bagi semua orang.



[b] Memberi manfaat bagi mayyit dan berbuat baik kepada mereka dengan cara memberi salam kepada mereka, mendo'akan serta memohonkan ampunan, ini berlaku hanya bagi orang muslim. (Tidak disyariatkan membaca surat Al-Fatihah atau surah lainnya di kuburan, bahkan yang sah sunnah adalah membaca doa-doa yang sah dari nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti bacaan : "As-salaamu 'ala ahli ad-diaari minalmu'miniina wal muslimiina, wayarhamu al-llahu al-muqaddiminna minnaa walmuta'akhirinna wa-innaa insyaa al-llahu bikum la-ahiquna" Artinya " Keselamatan atas kalian para enghuni di tempat ini di antara orang-orang mukmin dan orang-orang muslim, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului si antara kita dan orang-orang datang kemudian, dan sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah"



[6] Boleh mengangkat kedua tangan saat berdoa untuk mayyit pada saat berziarah kubur karena hal ini sah dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hal ini dilakukan tidak menghadap ke kubur tapi menghadap ke kiblat saat berdoa



[7] Jika berziarah ke kubur orang kafir tidak boleh salam kepadanya tidak juga mendo'akan, bahkan memberinya berita siksa akan neraka.



[8] Tidak berjalan di antara kuburan muslim dengan alas kaki, tapi dibuka.



[9] Tidak disyariatkan menaruh wangi-wangian dan kembang di atas kubur, karena hal ini tida ada dasar amalannya dari ulama salaf terdahulu, andaikan hal ini baik niscaya mereka lebih dahulu melaksanakannya dari pada kita. [Begitu juga menancapkan pelepah kurma di atas kubur, pengamalan yang ada dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal itu merupakan kekhususan bagi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana yang dijelaskan oleh banyak ulama]



[10] Saat di kubur, haram melakukan hal-hal berikut ini :



a. Menyembelih.

b. Meninggikan kuburan melebihi kadar tanah yang ada seperti yang telah dijelaskan.

c. Mencat kuburan.

d. Membangung di atasnya.

e. Duduk diatasnya.

f. Shalat menghadap kubur.

g. Shalat si kubur meskipun tidak menghadap kubur.

h. Membangun masjid di atas kubur.

i. Menyalakan lampu diatasnya.

j. Menghancurkan tulang mayat orang muslim. [Adapun mayat orang kafir maka boleh, karena tida ada nilai kehormatan untuknya]

k. Menggali kuburan orang Islam, kecuali jika ada sebab yang dibolehkan oleh syari'at.



[11] Boleh menggali kubur orang-orang kafir, karena tidak ada nilai kehormatan baginya.

XVII. BEBERAPA KESALAHAN YANG BERTENTANGAN DENGAN SYARI'AT



Banyak orang awam, terlebih lagi yang membesar-besarkan para Syaikh, melakukan banyak kesalahan yang bertentangan dengan syari'at, khususnya yang menyangkut jenazah dan hukum-hukum pelaksanaannya (sebagian sudah disebutkan). Mereka menyangka hal itu bersumber dari agama Islam, padahal tidak, karena bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau karena memang tidak ada dalilnya atau karena berasal dari adat kebiasaan orang-orang kafir, atau tidak sah dalilnya, yang mana semua sebab tadi tidak samar bagi orang yang menuntut ilmu dan konsekwen, diantaranya



[1] Membaca surah (Yaa Siin) untuk orang yang sakaratul maut



[2] Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke kiblat



[3] Memasukkan kapas di pantat mayyit, tenggorokan serta hidungnya



[4] Keluarga mayyit tidak makan sampai mereka selesai menguburkan



[5] Mereka memanjangkan jenggot sebagai tanda sedih terhadap mayyit, kemudian dicukur lagi



[6] Mengumumkan berita kematian lewat menara-menara



[7] Mereka membaca saat seorang memberitakan kematian : Al-Fatihah 'ala ruuh....



[8] Yang memandikan mayat membaca bacaan tertentu saat membasuh setiap anggota tubuh mayat



[9] Mengeraskan dzikir saat memandikan mayat atau saat mengantar jenazah

[10] Menghias jenazah



[11] Meletakkan selendang di atas keranda



[12] Keyakinan bahwa jika mayat baik maka jenazahnya ringan dibawa, sebaliknya jika jahat maka jenazahnya berat



[13] Pelan-pelan dalam membawa jenazah



[14] Mengangkat suara saat menghadiri jenazah, atau sibuk bercanda dengan orang lain



[15] Memuji-muji jenazah saat menghadirinya di masjid sebelum di shalati atau sesudahnya, begitu pula sebelum dan menjelang pemakaman

[16] Kebiasaan membawa jenazah dengan memakai mobil, serta mengantar dengan memakai mobil



[17] Shalat ghaib, padahal sudah diketahui bahwa sudah dishalati di tempat meninggalnya



[18] Imam berdiri lurus pada posisi tengah mayat laki-laki, atau posisi lurus dengan dada mayat wanita



[19] Setelah shalat jenazah , ada yang bertanya dengan suara yang keras : "Bagaimana kesaksian kalian terhadap si mayyit ini ?" Lalu para hadirin menjawab : "Dia adalah orang shaleh".



[20] Sengaja memasukkan mayyit dari arah liang kubur



[21] Menyebar pasir di bawah mayat tanpa ada alasan daurat



[22] Memercikkan bantal untuk mayyit atau jenis lain di bawah kepalanya di dalam liang kubur



[23] Memakaikan air kembang ke mayat di dalam kuburnya



[24] Talqin dengan kata-kata : "Wahai fulan ....." jika datang kepadamu dua malaikat .... dst



[25] Takziyah di kuburan, dengan cara berdiri berbaris-baris



[26] Berkumpul pada suatu tempat untuk bertakziyah



[27] Membatasi takziyah dengan tiga hari



[28] Bertakziyah dengan kata-kata : "Semoga Allah memperbanyak pahalamu" sebagai prasangka bahwa cara itu yang ada sunnahnya, padahal itu tidak ada dalam sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam



[29] Penyiapan hidangan makanan dari keluarga mayyit di beberapa hari tertentu



[30] Membuat makanan tertentu atau membelinya pada hari ke tujuh



[31] Keluar pagi-pagi menuju ke mayyit yang telah mereka kuburkan kemarin, bersama kerabat keluarga dan teman-teman



[32] Merayakan pujian untuk mayyit pada malam ke empat puluh, atau setahun setelah meninggal. [Abdur Razzaq Naufal dalam kitabnya Al-Hayaat Al-Ukhraa hal. 156 berkata : "Sesungguhnya peringatan ke empat puluh ini berasal dari adat raja-raja Fir'aun, sebab mereka sibuk dengan pengawetan mayat, persiapan serta perjalanan ke kuburan selama empat puluh hari, lalu setelah itu mereka menjadikan perayaan pemakaman]



[33] Menggali kubur sebelum wafat sebagai tanda kesiapan mati



[34] Mengkhususkan ziarah kubur pada hari Idul Fitri



[35] Mengkhususkan ziarah kubur pada hari Senin dan Kamis



[36] Membaca Al-Fatihah atau Yaa Siin di kuburan



[37] Mengirim salam kepada para nabi melalui mayat yang di ziarahi di kuburan



[38] Menghadiahkan pahala ibadah seperti shalat dan bacaan Al-Qur'an kepada orang-orang muslim yang sudah mati



[39] Menghadiahkan pahala amalan-amalan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam



[40] Memberikan gaji kepada orang yang membaca Al-Qur'an dan menghadiahkannya untuk mayyit



[41] Pendapat mereka : Bahwa do'a di sekitar kubur para nabi dan orang-orang shalih mustajab (dikabulkan)



[42] Menghiasi kubur



[43] Bergantung di kubur nabi dan menciumnya



[44] Bertawaf (berkeliling) di kubur para nabi dan orang-orang shalih. [Sebagaimana yang dilakukan orang-orang jahil di sebagian negara Islam seperti : Mesir, sayang sekali mereka menemukan orang yang memfatwakan kepada mereka bolehnya hal itu, yaitu dari kesesatan para syaikh-syaikh bid'ah]



[45] Meminta pertolongan dari mayyit, atau meminta doanya



[46] Mempertinggi dan membangun kubur



[47] Menulis nama mayyit serta tanggal wafatnya di atas kubur



[48] Menguburkan mayyit di masjid, atau membangun masjid di atas kubur



[49] Sengaja bepergian jauh untuk berziarah ke kubur para nabi



[50] Mengirim tulisan yang berisi permohonan hajat kepada nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat berziarah



[51] Anggapan mereka : "Bahwa tidak ada perbedaan antara semasa hidup dan sesudah mati nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menyaksikan ummatnya, serta mengetahui keadaan dan urusan mereka.


Demikianlah yang dapat saya ikhtisarkan tentang hukum jenazah di dalam fiqh Islami, Alhamdulillah atas petunjuk-Nya


[Disalin dari kitab Muhtasar Kiatab Ahkaamul Janaaiz wa Bid'auha, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, diringkas oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri Komaruddin]



Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/568/slash/0
copas dari blog Abu Ayaz
http://www.facebook.com/note.php?note_id=445085603013¬if_t=note_tag

 

Map